“Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarah,“ begitu kata
Abduh Hasan (63), kuncen (penjaga, red.) Banten Girang mengutip mandat
pendiri bangsa. Penjaga situs Banten Girang ini begitu bersemangat
menjelaskan asal-usul Banten
Girang saat kru SiGMA berwisata menikmati panorama yang terletak
kurang lebih 1 Km. dari pusat kota Serang tepatnya di desa Sempu Serang
Kota. Menurutnya generasi Banten telah melupakan sejarah Banten,
khususnya Banten Girang. “Jangan ngaku orang Banten kalau sejarah
Banten gak tahu,” Sindir kuncen yang berbadan kekar ini.
Kuncen yang mengabdikan diri di Banten Girang ini begitu hafal dengan
sejarah Banten Girang dan sudah malang-melintang didunia perkuncenan,
ini terlihat dari sertifikat yang ia tunjukan setelah mengisi pelatihan
pemandu ziarah yang di ikuti oleh kuncen se-provinsi Banten beberapa
waktu yang lalu.“Kuncen Banten harus menguasai sejarah, karena kalau
enggak tahu sejarah nanti keramat dibisniskan,” imbuh Abah, panggilan
akrabnya sambil memperlihatkan berbagai artefak yang terbujur kaku di
museum.
Di dalam museum yang letaknya bersebelahan langsung dengan masjid ini,
terdapat berbagai photo yang menunjukkan bekas galian saat pencarian
artefak-artefak bersejarah di sekitar situs tersebut. Bapak yang
mempunyai cita-cita menerbitkan buku sejarah Banten ini berpesan agar
Banten Girang mendapatkan perhatian yang lebih dari pemerintah,
“Pulihkan sejarah Banten dengan penelitian, jangan dapat dari wangsit
dan kesurupan. Untuk oang penggede-penggede (pemerintah yang terkait,
red.) lihat Banten Girang.” Karena menurutnya, selama ini yang sering
berkunjung untuk meneliti, berziarah, dan peduli adalah orang-orang
dari luar Banten, seperti dari kampus Udayana Bali, Unhas Makasar, dan
UGM Yogyakarta.
Situs yang dulunya berdiri tegak di atas tanah seluas 8 Ha ini, kini
terongggok terpisah-pisah dengan di sisipi banyak rumah warga. Situs
ini mempunyai banyak objek wisata yang masih dapat dikunjungi oleh para
pelancong. Diantaranya, makam Ki Mas Jong dan Agus Ju (Kakak-beradik),
Museum yang berisi berbagai artefak dan peralatan kerajaan, Goa yang
pernah digunakan sebagai rumah tahanan dan tempat bermeditasi,
pemandian putri raja, batu besar bekas Ki Mas Jong mengajar mangaji,
dan Punden Berundak.
Sekilas asal-usul Banten Girang
Setiap cita, rasa, dan karsa manusia pasti mempunyai latar belakang
dibaliknya, walaupun masih ada yang menggatakan sejarah itu bengkok dan
tidak akan pernah lurus. Salah satu tayangan di televisi swasta
nasional menayangkan sejarah masa lalu dengan jargonnya “Kalau usul
jangan asal, kalau asal enggak boleh usul.” Itulah yang menjadi daya
tarik SiGMA untuk sedikit mengupas asal-usul Banten Girang, situs
kerajaan pertama di Banten.
Dalam sejarahnya, di daerah Banten pertama kali berdiri kerajaan Tatar
Sunda Padjajaran Banten Tirta Laya di bawah naungan Prabu Jaya Bupati
(932M) di bawah kekuasaan kerajaan Sriwijaya, Palembang dengan rajanya
Prabu Darma Setu. Di masa Prabu Bala Putra Dewa, pengganti Prabu Darma
Setu, Sriwijaya yang ingin meneruskan jejak ayahandanya di kerajaan
Banten, kerajaan tatar sunda Padjajaran Banten Tirta Laya ini di
tinggalkan oleh rakyatnya karena ada pergolakan dan pemberontakan di
tanah Banten.
Prabu Jaya Bupati memilih mengungsi di Cicatih Suka bumi (Jawa Barat).
Di dalam pengungsiannya, Prabu Jaya Bupati mendeklarasikan kerajaannya
bernama kerajaan Pakuan Padjajaran, dan bergelar “Raja Maharaja Sri
Raja Bupati Jaya Mawehan Wisnu Murti Sama Marijan Wirakrama Tungga
Dewa.” Selain itu, beberapa kerajaan lahir di sini, seperti kerajaan
Surya Wisesa dengan rajanya Prabu Hyang Niskala Wastu Kencana, Prabu
Rahyang Dewa Niskala, Prabu Sri Baduga Maharaja, dan Niskala Wastu
Kencana. Kemudian muncul lagi dinasti kerajaan baru yang diberi nama
Kerajaan Galuh Pakuan dengan rajanya Niskala Wastu Kencana, Raja
Tabaan, dan Sang Ratu Jaya Dewata.
Dibawah kepemimpinan Sang Ratu Jaya Dewata inilah, kejaan Banten
kembali ke asalnya setelah terombang-ambing selama 402 tahun, dengan
nama baru Kerajaan Padjajaran Banten yang kemudian lebih dikenal oleh
masyarakat dengan nama Banten Girang. Pada masa itulah Syarif
Hidayatullah (sunan gunung Djati) datang ke wilayah Banten dan
menaklukkan kerajaan Banten Girang. Dan mengislamkan Ki Mas Jong dan
Agus Ju, penganut Islam pertama di Banten. Syarif hidayatullah empat
tahun menetap di Banten Girang, dan diteruskan oleh anaknya Sultan
Maulana Hasanuddin selama tujuh tahun sebelum memindahkan pusat
kesultanan ke Sorosowan (1537 M), tempat yang sekarang ini banyak
dikenal orang banyak ketimbang Banten Girang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar