Selasa, 09 Desember 2014

“Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarah,“ begitu kata Abduh Hasan (63), kuncen (penjaga, red.) Banten Girang mengutip mandat pendiri bangsa. Penjaga situs Banten Girang ini begitu bersemangat menjelaskan asal-usul Banten Girang saat kru SiGMA berwisata menikmati panorama yang terletak kurang lebih 1 Km. dari pusat kota Serang tepatnya di desa Sempu Serang Kota. Menurutnya generasi Banten telah melupakan sejarah Banten, khususnya Banten Girang. “Jangan ngaku orang Banten kalau sejarah Banten gak tahu,” Sindir kuncen yang berbadan kekar ini.

Kuncen yang mengabdikan diri di Banten Girang ini begitu hafal dengan sejarah Banten Girang dan sudah malang-melintang didunia perkuncenan, ini terlihat dari sertifikat yang ia tunjukan setelah mengisi pelatihan pemandu ziarah yang di ikuti oleh kuncen se-provinsi Banten beberapa waktu yang lalu.“Kuncen Banten harus menguasai sejarah, karena kalau enggak tahu sejarah nanti keramat dibisniskan,” imbuh Abah, panggilan akrabnya sambil memperlihatkan berbagai artefak yang terbujur kaku di museum.

Di dalam museum yang letaknya bersebelahan langsung dengan masjid ini, terdapat berbagai photo yang menunjukkan bekas galian saat pencarian artefak-artefak bersejarah di sekitar situs tersebut. Bapak yang mempunyai cita-cita menerbitkan buku sejarah Banten ini berpesan agar Banten Girang mendapatkan perhatian yang lebih dari pemerintah, “Pulihkan sejarah Banten dengan penelitian, jangan dapat dari wangsit dan kesurupan. Untuk oang penggede-penggede (pemerintah yang terkait, red.) lihat Banten Girang.” Karena menurutnya, selama ini yang sering berkunjung untuk meneliti, berziarah, dan peduli adalah orang-orang dari luar Banten, seperti dari kampus Udayana Bali, Unhas Makasar, dan UGM Yogyakarta.

Situs yang dulunya berdiri tegak di atas tanah seluas 8 Ha ini, kini terongggok terpisah-pisah dengan di sisipi banyak rumah warga. Situs ini mempunyai banyak objek wisata yang masih dapat dikunjungi oleh para pelancong. Diantaranya, makam Ki Mas Jong dan Agus Ju (Kakak-beradik), Museum yang berisi berbagai artefak dan peralatan kerajaan, Goa yang pernah digunakan sebagai rumah tahanan dan tempat bermeditasi, pemandian putri raja, batu besar bekas Ki Mas Jong mengajar mangaji, dan Punden Berundak.

Sekilas asal-usul Banten Girang
Setiap cita, rasa, dan karsa manusia pasti mempunyai latar belakang dibaliknya, walaupun masih ada yang menggatakan sejarah itu bengkok dan tidak akan pernah lurus. Salah satu tayangan di televisi swasta nasional menayangkan sejarah masa lalu dengan jargonnya “Kalau usul jangan asal, kalau asal enggak boleh usul.” Itulah yang menjadi daya tarik SiGMA untuk sedikit mengupas asal-usul Banten Girang, situs kerajaan pertama di Banten.

Dalam sejarahnya, di daerah Banten pertama kali berdiri kerajaan Tatar Sunda Padjajaran Banten Tirta Laya di bawah naungan Prabu Jaya Bupati (932M) di bawah kekuasaan kerajaan Sriwijaya, Palembang dengan rajanya Prabu Darma Setu. Di masa Prabu Bala Putra Dewa, pengganti Prabu Darma Setu, Sriwijaya yang ingin meneruskan jejak ayahandanya di kerajaan Banten, kerajaan tatar sunda Padjajaran Banten Tirta Laya ini di tinggalkan oleh rakyatnya karena ada pergolakan dan pemberontakan di tanah Banten.
Prabu Jaya Bupati memilih mengungsi di Cicatih Suka bumi (Jawa Barat). Di dalam pengungsiannya, Prabu Jaya Bupati mendeklarasikan kerajaannya bernama kerajaan Pakuan Padjajaran, dan bergelar “Raja Maharaja Sri Raja Bupati Jaya Mawehan Wisnu Murti Sama Marijan Wirakrama Tungga Dewa.” Selain itu, beberapa kerajaan lahir di sini, seperti kerajaan Surya Wisesa dengan rajanya Prabu Hyang Niskala Wastu Kencana, Prabu Rahyang Dewa Niskala, Prabu Sri Baduga Maharaja, dan Niskala Wastu Kencana. Kemudian muncul lagi dinasti kerajaan baru yang diberi nama Kerajaan Galuh Pakuan dengan rajanya Niskala Wastu Kencana, Raja Tabaan, dan Sang Ratu Jaya Dewata.

Dibawah kepemimpinan Sang Ratu Jaya Dewata inilah, kejaan Banten kembali ke asalnya setelah terombang-ambing selama 402 tahun, dengan nama baru Kerajaan Padjajaran Banten yang kemudian lebih dikenal oleh masyarakat dengan nama Banten Girang. Pada masa itulah Syarif Hidayatullah (sunan gunung Djati) datang ke wilayah Banten dan menaklukkan kerajaan Banten Girang. Dan mengislamkan Ki Mas Jong dan Agus Ju, penganut Islam pertama di Banten. Syarif hidayatullah empat tahun menetap di Banten Girang, dan diteruskan oleh anaknya Sultan Maulana Hasanuddin selama tujuh tahun sebelum memindahkan pusat kesultanan ke Sorosowan (1537 M), tempat yang sekarang ini banyak dikenal orang banyak ketimbang Banten Girang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar