BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Idealisme adalah salah satu aliran filsafat pendidikan yang berpaham bahwa
pengetahuan dan kebenaran tertinggi adalah ide. Semua bentuk realita adalah
manifestasi alam ide. Karena pandangannya yang idealis itulah idealisme sering
disebut sebagai lawan dari aliran realisme. Tetapi, aliran ini justru muncul
atas feed back realisme yang menganggap realitas sebagai kebenaran tertinggi.
Hal ini menimbulkan pertanyaan, apakah seorang idealis adalah anti realis, dan
demikian pula sebaliknya?
Secara logika, antara
idealisme dan realisme tidak bisa dipertentangkan. Sebab, pencetus idealisme
(Plato) adalah murid dari pencetus realisme (Socrates). Jika demikian, apakah
mungkin Plato seorang idealis yang juga realis? Dengan pertanyaan lain, apakah
Sokrates yang realis juga seorang idealis? Apa sesungguhnya hakekat ide dan
riil atau materi itu?
Idealisme menganggap,
bahwa yang konkret hanyalah bayang-bayang, yang terdapat dalam akal pikiran
manusia. Kaum idealisme sering menyebutnya dengan ide atau gagasan. Seorang realisme tidak menyetujui pandangan tersebut. Kaum
realisme berpendapat bahwa yang ada itu adalah yang nyata, riil, empiris, bisa
dipegang, bisa diamati dan lain-lain. Dengan kata lain sesuatu yang nyata adalah sesuatu yang bisa diindrakan
(bisa diterima oleh panca indra).
Dalam konteks pendidikan,
paham ini mencita-citakan pemikiran atau ide tertinggi. Secara kelembagaan
institusional, maka pendidikan akan didominasi oleh fakultas atau jurusan
filsafat dan pemikiran pendidikan. Di ranah pendidikan dasar, akan didominasi
oleh konsep-konsep dan pengertian-pengertian secara devinitif tentang segala
sesuatu. Tetapi, menurut psikologi perkembangan peserta didik terdapat
tahap-tahap perkembangan pemikiran siswa. Bagaimana idealisme bisa diterapkan
dalam tahap-tahap pemikiran peserta didik atau manusia pada umumnya?
Metode yang digunakan oleh
aliran idealisme adalah metode dialektik, syarat dengan pemikiran, perenungan,
dialog, dll. Dan akan menjadikan suasana proses belajar mengajar menjadi aktif (active
learning). Bagaimana jika peserta didik pasif?
Kurikulum yang digunakan
dalam aliran idealisme adalah pengembangan kemampuan berpikir, dan penyiapan
keterampilan bekerja melalui pendidikan praktis. Bagaimana relevansinya dengan
dunia modern yang serba positivistik, yakni jauh lebih empiris dari pada
realisme?
Evaluasi yang digunakan
dalam aliran idealisme adalah dengan evaluasi esay. Dimana evaluasi esay ini
sangat efektif dalam proses belajar mengajar dan dalam meningkatkan keterampilan peserta didik dalam mengerjakan soal. Bagaimana
evaluasi esay untuk siswa dasar sesuai pola perkembangan pemikirannya?
Idealisme merupakan suatu
aliran yang mengedepankan akal pikiran manusia. Sehingga sesuatu itu bisa
terwujud atas dasar pemikiran manusia. Dalam pendidikan, idealisme merupakan
suatu aliran yang berkontribusi besar demi kemajuan pendidikan. Hal tersebut
bisa dilihat pada metode dan kurikulum yang digunakan. Idealisme mengembangkan
pemikiran peserta didik sehingga menjadikan peserta didik mampu menggunakan
akal pikiran atau idenya dengan baik dalam mengembangkan ilmu pengetahuan.
Dalam makalah
ini, penulis akan mencoba menguraikan lagi tentang hal-hal yang berkaitan
dengan aliran filsafat ideaisme.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan problematika
di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1.
Apa paradigma idealisme dalam menentukan kebenaran dan apa ide tertinggi
itu?
2.
Bagaimana implikasi idealisme dalam pendidikan, khususnya jika ditinjau
dari tujuan, kurikulum, metode dan evaluasi?
C. Tujuan Masalah
Melihat dari rumusan
masalah yang telah diuraikan di atas, tujuan dari rumusan masalah tersebut,
antara lain:
1.
Untuk mengetahui paradigma aliran filsafat idealisme dalam menentukan
kebenaran dan maksud dari ide tertinggi itu.
2.
Untuk mengetahui implikasi idealisme dalam pendidikan, khususnya jika
ditinjau dari tujuan, kurukulum, metode dan evaluasi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Hakekat Aliran Idealisme
a.
Latar Belakang (Sejarah) Aliran Idealisme
Aliran ini merupakan
aliran yang sangat penting dalam perkembangan sejarah pemikiran manusia.
Mula-mula dalam filsafat barat kita temui dalam bentuk ajaran yang murni dari
Plato. Yang menyatakan bahwa alam, cita-cita itu adalah yang merupakan
kenyataan sebenarnya. Adapun alam nyata yang menempati ruang ini hanya berupa
bayangan saja dari alam idea.[1]
Aristoteles memberikan
sifat kerohanian dengan ajarannya yang menggambarkan alam ide sebagai suatu
tenaga yang berada dalam benda-benda dan menjalankan pengaruhnya dari benda
itu. Sebenarnya dapat dikatakan bahwa paham idealisme sepanjang masa tidak pernah
hilang sama sekali. Di masa abad pertengahan malahan satu-satunya pendapat yang
disepakati oleh semua ahli pikir adalah dasar idealisme ini.
Pada jaman Aufklarung para
filosof yang mengakui aliran serba dua (dualisme) seperti Descartes dan
Spinoza yang mengenal dua pokok yang bersifat kerohanian dan kebendaan, maupun
keduanya mengakui bahwa unsur kerohanian lebih penting daripada kebendaan.
Selain itu, segenap kaum agama sekaligus dapat digolongkan kepada penganut
idealisme yang paling setia sepanjang masa, walaupun mereka tidak memiliki
dalil-dalil filsafat yang mendalam. Puncak jaman idealisme pada masa abad ke-18
dan 19 ketika periode idealisme. Dan Jerman yang berpengaruh besar di Eropa.
Secara historis,
idealisme diformulasikan dengan jelas pada abad IV sebelum masehi oleh Plato
(427-347 SM). Athena, selama Plato hidup, adalah kota yang berada dalam kondisi
transisi (peralihan). Peperangan bangsa Persia telah mendorong Athena memasuki
era baru. Seiring dengan adanya peperangan-peperangan tersebut, perdagangan dan
perniagaan tumbuh subur dan orang-orang asing tinggal diberbagai penginapan
Athena dalam jumlah besar untuk meraih keuntungan mendapatkan kekayaan yang
melimpah. Dengan adanya hal itu, muncul berbagai gagasan-gagasan baru ke dalam
lini budaya bangsa Athena. Gagasan-gagasan baru tersebut dapat mengarahkan
warga Athena untuk mengkritisi pengetahuan & nilai-nilai tradisional. Saat
itu pula muncul kelompok baru dari kalangan pengajar (para Shopis).[2]
Ajarannya memfokuskan pada individualisme, karena mereka berupaya menyiapkan
warga untuk menghadapi peluang baru terbentuknya masyarakat niaga. Penekanannya
terletak pada individualisme, hal itu disebabkan karena adanya pergeseran dari
budaya komunal masa lalu menuju relativisme dalam bidang kepercayaan dan nilai.
Aliran filsafat Plato
dapat dilihat sebagai suatu reaksi terhadap kondisi perubahan terus-menerus
yang telah meruntuhkan budaya Athena lama. Ia merumuskan kebenaran sebagai
sesuatu yang sempurna dan abadi (eternal). Dan sudah terbukti, bahwa dunia eksistensi
keseharian senantiasa mengalami perubahan. Dengan demikian, kebenaran tidak
bisa ditemukan dalam dunia materi yang tidak sempurna dan berubah. Plato percaya
bahwa disana terdapat kebenaran yang universal dan dapat disetujui oleh semua
orang. Contohnya dapat ditemukan pada matematika, bahwa 5 + 7 = 12 adalah
selalu benar (merupakan kebenaran apriori), contoh tersebut sekarang benar, dan
bahkan di waktu yang akan datang pasti akan tetap benar. [3]
Idealisme dengan
penekanannya pada kebenaran yang tidak berubah, berpengaruh pada
pemikiran kefilsafatan. Selain itu, idealisme ditumbuh kembangkan dalam dunia
pemikiran modern. Tokoh-tokohnya antara lain: Rene Descartes (1596-1650),
George Berkeley (1685-1753), Immanuel Kant (1724-1804) dan George W. F. Hegel
(1770-1831). Seorang idealis dalam pemikiran pendidikan yang paling berpengaruh
di Amerika adalah William T. Harris (1835-1909) yang menggagas Journal of
Speculative Philosophy. Ada dua penganut idealis abad XX yang telah
berjuang menerapkan idealisme dalam bidang pendidikan modern, antara lain: J.
Donald Butler dan Herman H. Horne.[4] Sepanjang sejarah, idealisme juga terkait dengan agama, karena keduanya
sama-sama memfokuskan pada aspek spiritual dan keduniawian lain dari realitas.
Tokoh-tokoh Idealisme :
1. Plato (477 -347
Sb.M)
Menurutnya, cita adalah gambaran asli yang
semata-mata bersifat rohani dan jiwa terletak di antara gambaran asli dengan
bayangan dunia yang ditangkap oleh panca indra. Dan pada dasarnya sesuatu itu dapat dipikirkan oleh akal, dan yang
berkaitan juga dengan ide atau gagasan. Mengenai kebenaran tertinggi, dengan
doktrin yang dikenal dengan istilah ide, Plato mengemukakan bahwa dunia ini
tetap dan jenisnya satu, sedangkan ide tertinggi adalah kebaikan.
Menurut Plato, kebaikan merupakan hakikat tertinggi dalam mencari kebenaran. Tugas ide adalah memimpin budi manusia dalam menjadi contoh bagi
pengalaman. Siapa saja yang telah mengetahui ide, manusia akan mengetahui jalan
yang pasti, sehingga dapat menggunakannya sebagai alat untuk mengukur, mengklarifikasikan dan menilai
segala sesuatu yang dialami sehari-hari.
2. Immanuel Kant
(1724 -1804)
Ia menyebut filsafatnya
idealis transendental atau idealis kritis dimana paham ini menyatakan bahwa isi
pengalaman langsung yang kita peroleh tidak dianggap sebagai miliknya sendiri
melainkan ruang dan waktu adalah forum intuisi kita. Dengan demikian, ruang dan
waktu yang dimaksudkan adalah sesuatu yang dapat membantu kita (manusia) untuk
mengembangkan intuisi kita. Menurut Kant, pengetahuan
yang mutlak sebenarnya memang tidak akan ada bila seluruh pengetahuan datang melalui
indera. Akan tetapi, bila pengetahuan itu datang dari luar melalui akal murni, yang
tidak bergantung pada pengalaman. Dapat disimpulkan bahwa
filsafat idealis transendental menitik beratkan pada pemahaman tentang sesuatu
itu datang dari akal murni dan yang tidak bergantung pada sebuah pengalaman.
Kesimpulan dari pemikiran
filsafat Pascal antara lain :
a.
Pengetahuan diperoleh melalaui dua jalan, pertama menggunakan akal dan
kedua menggunakan hati. Ketika akal dengan semua
perangkatnya tidak dapat lagi mencapai suatu aspek maka hati lah yang akan berperan. Oleh karena itu, akal dan hati saling berhubungan satu sama lain. Apabila
salah satunya tidak berfungsi dengan baik, maka dalam memperoleh suatu
pengetahuan itu juga akan mengalami kendala.
b.
Manusia besar karena pikirannya, namun ada hal yang tidak mampu dijangkau oleh pikiran manusia yaitu
pikiran manusia itu sendiri. Menurut Pascal manusia adalah makhluk yang rumit
dan kaya akan variasi serta mudah berubah. Untuk itu matematika, pikiran dan
logika tidak akan mampu dijadikan alat untuk memahami manusia. Menurutnya
alat-alat tersebut hanya mampu digunakan untuk memahami hal-hal yang bersifat
bebas kontradiksi, yaitu yang bersifat konsisten. Karena ketidak mampuan
filsafat dan ilmu-ilmu lain untuk memahami manusia, maka satu-satunya jalan
memahami manusia adalah dengan agama. Karena dengan agama, manusia akan lebih
mampu menjangkau pikirannya sendiri, yaitu dengan berusaha mencari kebenaran,
walaupun bersifat abstrak.
c.
Filsafat bisa melakukan apa saja, namun hasilnya tidak akan pernah
sempurna. Kesempurnaan itu terletak pada iman. Sehebat apapun manusia berfikir
ia tidak akan mendapatkan kepuasan karena manusia mempunyai logika yang
kemampuannya melebihi dari logika itu sendiri. Dalam mencari Tuhan Pascal tidak menggunakan
metafisika, karena selain bukan termasuk geometri tapi juga metafisika tidak
akan mampu. Maka solusinya ialah mengembalikan persoalan keTuhanan pada jiwa.
Filsafat bisa menjangkau segala hal, tetapi tidak bisa secara sempurna. Karena
setiap ilmu itu pasti ada kekurangannya, tidak terkecuali filsafat.
Ia adalah seorang filsuf
jerman. Ia belajar teologi di Jena (1780-1788 M). Pada tahun 1810-1812 M, ia
menjadi rektor Universitas Berlin. Filsafatnya disebut “Wissenschaftslehre”
(ajaran ilmu pengetahuan). Secara sederhana pemikiran Fichte: manusia memandang objek benda-benda dengan inderanya. Dalam
mengindra objek tersebut, manusia berusaha mengetahui yang dihadapinya. Maka
berjalanlah proses intelektualnya untuk membentuk dan mengabstraksikan objek
itu menjadi pengertian seperti yang dipikirkannya.
Hal tersebut bisa
dicontohkan seperti, ketika kita melihat sebuah meja dengan mata kita, maka
secara tidak langsung akal (rasio) kita bisa menangkap bahwa bentuk meja itu
seperti yang kita lihat (berbentuk bulat, persegi panjang, dll). Dengan adanya
anggapan itulah akhirnya manusia bisa mewujudkan dalam bentuk yang nyata.
5. F. W. S.
Schelling (1775-1854 M.)
Schelling telah matang menjadi seorang filsuf
disaat dia masih amat muda. Pada tahun 1798 M, dalam usia 23 tahun, ia telah
menjadi guru besar di Universitas Jena. Dia adalah filsuf Idealis Jerman yang
telah meletakkan dasar-dasar pemikiran bagi perkembangan idealisme Hegel.
Inti dari filsafat
Schelling: yang mutlak atau rasio mutlak
adalah sebagai identitas murni atau indiferensi,
dalam arti tidak mengenal perbedaan antara yang subyektif dengan yang obyektif.
Yang mutlak menjelmakan diri dalam 2 potensi yaitu yang nyata (alam sebagai
objek) dan ideal (gambaran alam yang subyektif dari subyek). Yang mutlak
sebagai identitas mutlak menjadi sumber roh (subyek) dan alam (obyek) yang
subyektif dan obyektif, yang sadar dan tidak sadar. Tetapi yang mutlak itu
sendiri bukanlah roh dan bukan pula alam, bukan yang obyektif dan bukan pula
yang subyektif, sebab yang mutlak adalah identitas mutlak atau indiferensi
mutlak.
Maksud dari filsafat
Schelling adalah, yang pasti dan bisa diterima akal adalah sebagai identitas
murni atau indiferensi, yaitu antara yang subjektif dan
objektif sama atau tidak ada perbedaan. Alam sebagai objek dan jiwa (roh atau
ide) sebagai subjek, keduanya saling berkaitan. Dengan demikian yang mutlak itu
tidak bisa dikatakan hanya alam saja atau jiwa saja, melainkan antara keduanya.
Ia belajar teologi di
Universitas Tubingen dan pada tahun 1791 memperoleh gelar Doktor. Inti dari
filsafat Hegel adalah konsep Geists (roh atau spirit),
suatu istilah yang diilhami oleh agamanya. Ia berusaha menghubungkan yang
mutlak dengan yang tidak mutlak. Yang mutlak itu roh atau jiwa, menjelma pada alam
dan dengan demikian sadarlah ia akan dirinya. Roh itu dalam intinya ide
(berpikir).
- Esensi Aliran Idealisme
Idealisme termasuk aliran
filsafat pada abad modern. Idealisme berasal dari
bahasa Inggris yaitu Idealism dan kadang juga dipakai istilahnya mentalism
atau imaterialisme. Istilah ini pertama kali digunakan secara filosofis oleh Leibnez pada mula
awal abad ke-18. Leibniz memakai dan menerapkan istilah ini pada pemikiran
Plato, secara bertolak belakang dengan materialisme Epikuros. Idealisme ini merupakan
kunci masuk hakekat realitas.
Idealisme diambil dari
kata ide yakni sesuatu yang hadir dalam jiwa. Idealisme dapat diartikan sebagai
suatu paham atau aliran yang mengajarkan bahwa hakikat dunia fisik hanya dapat
dipahami dalam kaitannya dengan jiwa dan roh. Menurut paham ini, objek-objek
fisik tidak dapat dipahami terlepas dari spirit.[8]
Ada pendapat lain yang
mengatakan, idealisme berasal dari bahasa latin idea, yaitu gagasan, ide. Sesuai asal katanya menekankan gagasan, ide, isi
pikiran, dan buah mental.[9] Terdapat aliran filsafat yang beranggapan, yang ada yang sesungguhnya
adalah yang ada dalam budi, yang hadir dalam mental. Karena hanya yang berbeda
secara demikian yang sempurna, utuh, tetap, tidak berubah dan jelas. Itu
semua adalah idealisme.
Aliran idealisme
kenyataanya sangat identik dengan alam dan lingkungan sehingga melahirkan 2
macam realita :
1.
Yang tampak : apa yang kita alami dalam lingkungan ini seperti ada yang
datang dan pergi, hidup dan mati dll.
2.
Realitas sejati : merupakan sifat yang kekal dan sempurna (ideal). Gagasan
dan pikiran yang utuh di dalamnya terdapat nilai-nilai yang murni dan asli,
kemudian kemutlakan dan kesejatian kedudukan-kedudukan lebih tinggi dari yang
nampak, karena ide merupakan wujud yang hakiki.
Beberapa pengertian Idealisme :
1.
Adanya suatu teori bahwa alam semesta beserta isinya adalah suatu
penjelmaan pikiran.
2.
Untuk menyakan eksistensi realitas, tergantung pada suatu pikiran dan
aktivitas-aktivitas pikiran.
3.
Realitas dijelaskan berkenaan dengan gejala-gejala psikis seperti
pikiran-pikiran, diri, roh, ide-ide, pemikiran mutlak dan lain sebagainya dan
bukan berkenaan dengan materi.
4.
Seluruh realitas sangat bersifat mental (spiritual, psikis). Materi dalam
bentuk fisik tidak ada.
5.
Hanya ada aktivitas berjenis pikiran dan isi pikiran yang ada. Dunia
eksternal tidak bersifat fisik.
William E. Hocking,
seorang penganut idealisme modern, mengungkapkan bahwa, sebutan ”ide-isme”
kiranya lebih baik dibandingkan dengan idealisme.[10]
Hal itu benar, karena idealisme lebih berkaitan dengan konsep-konsep “abadi”
(ideas), seperti kebenaran, keindahan, & kemuliaan daripada berkaitan
dengan usaha serius dengan orientasi keunggulan yang bisa dimaksudkan ketika
kita berucap, “Dia sangat idealistik”.
Idealisme mempunyai
pendirian bahwa kenyataan itu terdiri dari atau tersusun atas substansi
sebagaimana gagasan-gagasan atau ide-ide. Alam fisik ini tergantung dari jiwa
universal atau Tuhan, yang berarti pula bahwa alam adalah ekspresi dari jiwa
tersebut.[11]
Inti dari Idealisme adalah
suatu penekanan pada realitas ide-gagasan, pemikiran, akal-pikir atau kedirian
daripada sebagai suatu penekanan pada objek-objek & daya-daya material.
Idealisme menekankan akal pikir (mind) sebagai hal dasar atau lebih dulu ada bagi
materi, & bahkan menganggap bahwa akal pikir adalah sesuatu yang nyata,
sedangkan materi adalah akibat yang ditimbulkan oleh akal-pikir atau jiwa
(mind). Hal itu sangat berlawanan dengan materialisme yang berpendapat bahwa
materi adalah nyata ada, sedangkan akal-pikir (mind) adalah sebuah
fenomena pengiring.
Pandangan beberapa
filsuf mengenai Idealisme:
1. Schelling memberikan nama yang diberikan Idealisme subyektif pada filsafat
Fichte, dengan alasan bahwa dalam pemikiran Fichte dunia merupakan postulat
subyek yang memutuskan.
2. Idealisme obyektif adalah nama yang diberikan oleh Schelling pada pemikiran
filsafatnya. Menurutnya, alam adalah intelegensi yang kelihatan. Hal tersebut
menunjukkan semua filsafat yang mengidentikkan realitas dengan ide, akal atau
roh.
3. Hegel menerima klasifikasi schelling, dan mengubahnya menjadi idealisme
absolut sebagai sintesis dari pandangan idealisme subyektif (tesis) dan
obyektif (antitesis).
4. Idealisme transendental adalah pandangan dan penyebutan dari Immanuel kant.
Sering disebut sebagai idealisme kritis. Pandangan ini mempunyai alternatif
yaitu isi dari pengalaman langsung tidak dianggap sebagai benda dalam dirinya,
sedangkan ruang dan waktu merupakan forma intuisi kita sendiri.
5. Idealisme epistimologi merupakan suatu keputusan bahwa kita membuat kontak
hanya dengan ide-ide atau pada peristiwa manapun dengan entitas-entitas psikis.
6. Idealisme personal adalah sistem filsafat Howison dan Bowne.
7. Idealisme voluntarisme dikembangkan oleh Foulee dalam suatu sistem yang
melibatkan tenaga pemikiran.
8. Idealisme teistik pandangan dan sistem filsafat dari Ward.
9. Idealisme monistik adalah penyebutan dan sistem filsafat dari Paulsen.
10. Idealisme etis adalah
pandangan filsafat yang dianut oleh Sorley dan Messer.
11. Idealisme Jerman, pemicunya adalah Immanuel Kant dan dikembangkan
oleh penerus-penerusnya. Idealisme merupakan
pembaharuan dari Platonis, karena para pemikir melakukan
terobosan-terobosan filosofis yang sangat penting dalam sejarah manusia, hanya
dalam tempo yang sangat singkat, yaitu 40 tahun (1790- 1830) dan gerakan
intelektual ini mempunyai kedalaman dan kekayaan berpikir yang tiada
bandingnya.
a.
metafisika-idealisme: secara absolut kenyataan yang sebenarnya adalah
spiritual dan rohaniah, sedangkan secara kritis yaitu adanya kenyataan yang
bersifat fisik dan rohaniah, tetapi kenyataan rohaniah yang lebih berperan.
b.
humanologi-idealisme: jiwa dikaruniai kemampuan berpikir yang dapat
menyebabkan adanya kemampuan memilih.
c.
epistimologi-idealisme: pengetahuan yang benar diperoleh melalui intuisi
dan pengingatan kembali melalui berpikir. Kebenaran hanya mungkin dapat dicapai
oleh beberapa orang yang mempunyai akal pikiran yang cemerlang.
d.
aksiologi-idealisme: kehidupan manusia diatur oleh kewajiban-kewajiban
moral yang diturunkan dari pendapat tentang kenyataan atau metafisika.
Demikian kemanusiaan
merupakan bagian dari ide mutlak, Tuhan sendiri. Idea yang berpikir
sebenarnya adalah gerak yang menimbulkan gerak lain. Gerak ini menimbulkan tesis yang dengan
sendirinya menimbulkan gerak yang bertentangan, anti tesis. Adanya tesis dan anti tesisnya itu menimbulkan
sintesis dan ini merupakan tesis baru yang dengan sendirinya menimbulkan anti tesisnya dan munculnya sintesis baru pula.
Demikian proses roh atau ide yang disebut Hegel dialektika. Proses itulah
yang menjadi keterangan untuk segala kejadian. Proses itu berlaku menurut hukum
akal. Jadi semua yang riil bersifat rasional dan semua yang
rasional bersifat riil. Maksudnya luasnya rasio sama dengan luasnya realitas,
sedangkan realitas menurut Hegel adalah proses pemikiran (ide).
Prinsip-prisip Idealisme :
a.
Menurut idealisme bahwa realitas tersusun atas substansi sebagaimana
gagasan-gagasan atau ide (spirit). Menurut penganut idealisme, dunia beserta
bagian-bagianya harus dipandang sebagai suatu sistem yang masing-masing
unsurnya saling berhubungan. Dunia adalah suatu totalitas, suatu kesatuan yang
logis dan bersifat spiritual.
b.
Realitas atau kenyataan yang tampak di alam ini bukanlah kebenaran yang
hakiki, melainkan hanya gambaran atau dari ide-ide yang ada dalam jiwa manusia.
c.
Idealisme berpendapat bahwa manusia menganggap roh atau sukma lebih
berharga dan lebih tinggi dari pada materi bagi kehidupan manusia. Roh pada
dasarnya dianggap sebagai suatu hakikat yang sebenarnya, sehingga benda atau
materi disebut sebagai penjelmaan dari roh atau sukma. Demikian pula terhadap
alam adalah ekspresi dari jiwa.
d.
Idealisme berorientasi kepada ide-ide yang theo sentris (berpusat
kepada Tuhan), kepada jiwa, spiritualitas, hal-hal yang ideal (serba cita) dan
kepada norma-norma yang mengandung kebenaran mutlak. Oleh karena nilai-nilai
idealisme bercorak spiritual, maka kebanyaakan kaum idealisme mempercayai
adanya Tuhan sebagai ide tertinggi atau Prima Causa dari kejadian alam
semesta ini.
c.
Idealisme Dalam Pendidikan
Aliran idealisme terbukti
cukup banyak berpengaruh dalam dunia pendidikan. William T. Harris adalah
salah satu tokoh aliran pendidikan idealisme yang sangat berpengaruh di Amerika
Serikat. Idealisme terpusat tentang keberadaan sekolah. Aliran inilah
satu-satunya yang melakukan oposisi secara fundamental terhadap naturalisme. Pendidikan harus terus eksis sebagai lembaga untuk proses
pemasyarakatan manusia sebagai kebutuhan spiritual, dan tidak sekedar kebutuhan
alam semata.
Bagi aliran
idealisme, peserta didik merupakan pribadi tersendiri, sebagai makhluk
spiritual. Guru yang menganut paham idealisme biasanya berkeyakinan bahwa spiritual merupakan suatu kenyataan,
mereka tidak melihat murid sebagai apa adanya, tanpa adanya spiritual. Sejak
idealisme sebagai aliran filsafat pendidikan menjadi keyakinan bahwa realitas
adalah pribadi, maka mulai saat itu dipahami tentang perlunya pengajaran secara
individual. Pola pendidikan yang diajarkan filsafat idealisme berpusat dari
idealisme. Pengajaran tidak sepenuhnya berpusat dari anak atau materi
pelajaran, juga bukan masyarakat tapi idealisme.[13] Maka tujuan pendidikan menurut aliran idealisme terbagi atas tiga hal,
tujuan untuk individual, masyarakat, dan campuran antara keduanya.
Pendidikan idealisme untuk
individual antara lain bertujuan agar anak didik bisa menjadi kaya dan memiliki
kehidupan yang bermakna, memiliki kepribadian yang harmonis, dan pada akhirnya
diharapkan mampu membantu individu lainnya untuk hidup lebih baik. Sedangkan
tujuan pendidikan idealisme bagi kehidupan sosial adalah perlunya persaudaraan
antar manusia. Sedangkan tujuan secara sintesis dimaksudkan sebagai gabungan
antara tujuan individual dengan sosial sekaligus, yang juga terekspresikan
dalam kehidupan yang berkaitan dengan Tuhan.
a)
Guru adalah personifikasi dari kenyataan anak didik. Artinya, guru merupakan wahana atau fasilitator yang akan mengantarkan
anak didik dalam mengenal dunianya lewat materi-materi dalam aktifitas
pembelajaran. Untuk itu, penting bagi guru memahami kondisi peserta didik dari
berbagai sudut, baik mental, fisik, tingkat kecerdasan dan lain sebagainya.
b)
Guru harus seorang spesialis dalam suatu ilmu pengetahuan dari siswa. Artinya, seorang guru itu harus mempunyai pengetahuan yang lebih dari
pada anak didik.
c)
Guru haruslah menguasai teknik mengajar secara baik. Artinya, seorang guru harus mempunyai potensi pedagogik yaitu kemampuan
untuk mengembangkan suatu model pembelajaran, baik dari segi materi dan yang
lainnya.
d)
Guru haruslah menjadi pribadi yang baik, sehingga disegani oleh murid.
Artinya, seorang guru harus mempunyai potensi kepribadian yaitu karakter dan
kewibawaan yang berbeda dengan guru yang lain.
e)
Guru menjadi teman dari para muridnya. Artinya, seorang guru
harus mempunyai potensi sosial yaitu kemampuan dalam hal berinteraksi dengan
anak didik.
Kurikulum yang digunakan
dalam pendidikan yang beraliran idealisme harus lebih memfokuskan pada isi yang
objektif. Pengalaman haruslah lebih banyak daripada pengajaran yang textbook.
Agar pengetahuan dan pengalamannya aktual. Sedangkan implikasi Aliran Idealisme dalam Pendidikan yaitu :
a.
Tujuan, untuk membentuk karakter, mengembangkan bakat atau kemampuan dasar,
serta kebaikan sosial.
b.
Kurikulum, pendidikan liberal untuk pengembangan kemampuan dan pendidikan
praktis untuk memperoleh pekerjaan.
c.
Metode, diutamakan metode dialektika (saling mengaitkan ilmu
yang satu dengan yang lain), tetapi metode lain yang efektif dapat dimanfaatkan.
d.
Peserta didik bebas untuk mengembangkan kepribadian, bakat dan kemampuan
dasarnya.
e.
Pendidik bertanggungjawab dalam menciptakan lingkungan pendidikan melalui
kerja sama dengan alam.
a.
Pendidikan bukan hanya mengembangkan dan menumbuhkan, tetapi juga harus
menuju pada tujuan yaitu dimana nilai telah direalisasikan ke dalam bentuk yang
kekal dan tak terbatas.
b.
Pendidikan adalah proses melatih pikiran, ingatan, perasaan. Baik untuk memahami
realita, nilai-nilai, kebenaran, maupun sebagai warisan sosial.
c.
Tujuan pendidikan adalah menjaga keunggulan kultural, sosial dan spiritual.
Memperkenalkan
suatu spirit intelektual guna membangun masyarakat yang ideal.
d.
Pendidikan idealisme
berusaha agar seseorang dapat mencapai nilai-nilai dan ide-ide yang diperlukan
oleh semua manusia secara bersama-sama.
e.
Tujuan pendidikan idealisme adalah ketepatan mutlak. Untuk itu, kurikulum
seyogyanya bersifat tetap dan tidak menerima perkembangan.
f.
Peranan pendidik menurut aliran ini adalah memenuhi akal peserta didik
dengan hakekat-hakekat dan pengetahuan yang tepat. Dengan kata lain, guru harus
menyiapkan situasi dan kondisi yang kondusif untuk mendidik anak didik, serta lingkungan
yang ideal bagi perkembangan mereka, kemudian membimbing mereka dengan kasih
sayang dan dengan ide-ide yang dipelajarinya hingga sampai ke tingkat yang
setinggi-tingginya.
B. Analisis Dalam
Menjawab Rumusan Masalah
1.
Paradigma idealisme dalam menentukan kebenaran dan maksud dari ide tertinggi
Idealisme merupakan salah
satu aliran filsafat yang menitik beratkan pada ide atau gagasan. Atau sering
juga disebut sebagai aliran yang menganggap sesuatu yang nyata atau riil itu
adalah yang ada dalam akal pikiran manusia. Jadi bisa dikatakan bahwa, jalan
pemikiran aliran idealisme itu berlawanan dengan pemikiran aliran realisme.
Aliran filsafat realisme menganggap sesuatu yang nyata itu adalah yang nyata,
riil, empiris, bisa dipegang, bisa diamati dll. Dengan kata lain sesuatu yang
nyata adalah sesuatu yang bisa diindrakan (bisa diterima oleh panca indra).
Paradigma (cara pandang)
yang digunakan oleh aliran idealisme adalah melihat bahwa sesuatu yang nyata
itu adalah apa yang ada di dalam pikiran manusia. Dalam hal ini, tidak terlepas
dari apa yang dimaksud dengan metafisika. Paradigma ini sangat berlawanan arah
dengan paradigma yang ada pada filsafat realisme. Perbedaan tersebut lalu tidak
lantas menjadikan kedua aliran ini saling berselisih. Dengan adanya perbedaan
paradigma tersebut, menjadikan keduanya saling melengkapi, sehingga diharapkan
akan mampu berperan penting dalam pendidikan, khususnya pendidikan di
Indonesia.
Mengenai kebenaran
tertinggi, dengan doktrin yang dikenal dengan istilah ide, Plato mengemukakan
bahwa dunia ini tetap dan jenisnya satu, sedangkan ide tertinggi adalah
kebaikan. Menurut Plato, kebaikan merupakan hakikat tertinggi dalam mencari
kebenaran. Tugas ide adalah memimpin budi manusia dalam menjadi contoh bagi
pengalaman.
Maksudnya adalah dalam
idealisme, ide merupakan sesuatu yang penting. Dan ide tertinggi dalam
idealisme adalah kebaikan. Karena hakikat kebenaran merupakan salah satu yang
dipelajari dalam cabang filsafat, yaitu ontologi. Ide juga merupakan hal yang
berkaitan erat dengan pengalaman. Semakin banyak pengalaman seseorang, maka
akan semakin luas juga ide dalam memecahkan suatu masalah.
2.
Implikasi idealisme dalam pendidikan khususnya jika ditinjau dari tujuan,
kurikulum, metode dan evaluasi
Implikasi idealisme dalam
pendidikan jika dilihat dari tujuan pendidikan formal dan informal adalah
sebagai pembentuk karakter atau kepribadian peserta didik dan ditujukan kepada
pengembangan bakat dan kebijakan sosial.
Tujuan pendidikan menurut
aliran idealisme terbagi atas tiga hal, tujuan untuk individual, masyarakat, dan campuran antara keduanya.
Pendidikan bertujuan untuk individual agar anak didik bisa menjadi kaya dan
memiliki kehidupan yang bermakna, memiliki kepribadian yang harmonis dan pada akhirnya diharapkan
mampu membantu individu lainnya untuk hidup lebih baik. Tujuan pendidikan bagi
kehidupan sosial adalah perlunya persaudaraan antar manusia, karena manusia
adalah makhluk sosial dan manusia tidak akan bisa hidup tanpa bantuan dari
orang lain. Sedangkan tujuan secara sintesis (gabungan antara tujuan individual
dengan kehidupan sosial, yang juga terekspresikan dalam kehidupan yang
berkaitan dengan Tuhan (Hablum minallah).
Implikasi idealisme dalam
pendidikan jika dilihat dari kurikulum adalah:
a.
Pengembangan kemampuan berpikir melalui pendidikan liberal (artes
liberalis). Maksudnya adalah memberikan kebebasan berpikir kepada siswa
untuk mengembangkan kemampuan. Sehingga siswa akan lebih mudah memahami materi
pelajaran. Dalam hal ini kebebasan yang dimaksud adalah kebebasan yang
bertanggung jawab. Dan akan menciptakan pembelajaran active learning (pembelajaran
aktif).
b.
Penyiapan keterampilan bekerja, melalui pendidikan praktis. Maksudnya
adalah selain memberikan materi pelajaran yang berupa pengetahuan yang
sesuaikan dengan kompetensi, dalam kurikulum juga ada materi yang berkaitan
dengan kejuruan atau keahlian (vocation). Biasanya hanya ada dalam
kurikulum untuk sekolah kejuruan, seperti SMK atau STM.
Selain itu, kurikulum yang
digunakan dalam pendidikan yang beraliran idealisme harus lebih memfokuskan
pada isi yang objektif. Pengalaman haruslah lebih banyak daripada pengajaran
yang textbook. Agar pengetahuan dan pengalamannya senantiasa aktual. Dan siswa
lebih bisa mengeksplor kemampuan mereka.
Selanjutnya implikasi
idealisme dalam pendidikan jika dilihat dari metode. Metode pendidikan yang
disusun adalah metode dialektik meskipun demikian, setiap metode efektif dapat
mendorong semangat belajar siswa. Maksudnya adalah metode dialektik ini syarat dengan pemikiran, perenungan, dialog, dll. Apabila didukung dengan
adanya metode dan stategi yang lain dalam pembelajaran, maka akan lebih efektif
dan efisien dalam mengoptimalkan metode dialektik tersebut. Sehingga akan
terciptanya pembelajaran aktif.
Kemudian implikasi
idealisme dalam bidang evaluasi tidak hanya berdasarkan kepada nilai akhir
peserta didik, tapi juga menurut keseharian peserta didik. Evaluasi tidak hanya
ditinjau dari satu aspek tapi juga semua aspek yaitu dari segi kognitif, afektif,
dan psikomotorik. Hal itu karena dalam idealisme guru bersifat demokratis,
sehingga pembelajaran berjalan dengan efektif karena guru adil dalam melakukan
evaluasi.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan paparan penulis di atas, dapat
disimpulkan antara lain :
Idealisme adalah merupakan salah satu aliran
filsafat yang mempunyai paham bahwa hakikat dunia fisik hanya dapat dipahami
dalam kaitannya dengan jiwa dan roh. Tokoh –tokoh dalam idealisme diantaranya
yaitu : Rene Descartes (1596-1650) , George Berkeley (1685-1753), Immanuel Kant
(1724-1804), F. W. S. Schelling (1775-1854), dan George W. F. Hegel
(1770-1831). Seorang idealis dalam pemikiran pendidikan yang paling berpengaruh
di Amerika adalah William T. Haris yang menggagas journal of speculative
philosophy.
Implikasi filsafat idealisme dalam pendidikan
adalah sebagai berikut :
a.
Tujuan, untuk membentuk karakter, mengembangkan bakat atau kemampuan dasar,
serta kebaikan sosial.
b.
Kurikulum, pendidikan liberal untuk pengembangan kemampuan dan pendidikan
praktis untuk memperoleh pekerjaan.
c.
Metode, diutamakan metode dialektika (saling mengaitkan ilmu yang satu
dengan yang lain), tetapi metode lain yang efektif
dapat dimanfaatkan.
d.
Peserta didik bebas untuk mengembangkan kepribadian, bakat dan kemampuan dasarnya.
e.
Pendidik bertanggungjawab dalam menciptakan lingkungan pendidikan melalui kerja sama dengan alam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar