Sejarah Perkembangan Kurikulum Di Indonesia
Sejarah Perkembangan Kurikulum
Perkembangan kurikulum sebagai suatu disiplin
ilmu dewasa ini berkembang secara pesat, baik secara teoritis maupun praktis.
Jika dahulu kurikulum tradisional lebih banyak terfokus pada mata pelajaran
dengan sistem penyampaian penuangan, maka sekarang kurikulum lebih banyak
diorientasikan pada dimensi-dimensi baru, sperti kecakapan hidup, pengembangan
diri, pembangunan ekonomi dan industri, era globalisasi dengan berbagai
permasalahannya, politik, bahkan dalam praktiknya telah menyentuh dimensi
teknologi terutama teknologi informasi dan komunikasi. Disiplin ilmu kurikulum
harus membuka diri terhadap kekuatan-kekuatan eksternal yang dapat memengaruhi
dan menentukan arah dan intensitas proses pengembangan kurikulum. (Zainal
Arifin, 2011)
Dalam dunia pendidikan, salah satu kunci untuk
menentukan kualitas lulusan adalah
kurikulum pendidikannya. Karena pentingnya maka setiap kurun waktu tertentu
kurikulum selalu dievaluasi untuk kemudian disesuaikan dengan dimensi-dimensi baru seperti yang telah diungkapkan diatas.
kurikulum pendidikannya. Karena pentingnya maka setiap kurun waktu tertentu
kurikulum selalu dievaluasi untuk kemudian disesuaikan dengan dimensi-dimensi baru seperti yang telah diungkapkan diatas.
Tidak dapat dipungkiri bahwa perkembangan
teknologi, pengetahuan dan metode belajar semakin lama semakin maju pesat. Oleh
karena itu, tidak mungkin dalam suatu instansi pendidikan tetap mempertahankan
kurukulum lama; hal ini dikhwatirkan akan mengakibatkan suatu instansi sekolah
tidak dapat sejajar dengan sekolah-sekolah yang lain.
Ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang
begitu pesat. Sementara di sisi lain,
prioritas kebijakan nasional ikut berubah. Begitu pun pola pembiayaan pendidikan serta
kondisi sosial, termasuk perubahan pada tuntutan profesi serta kebutuhan dan keinginan
pelanggan. Semua itu ikut memberikan dorongan bagi penyelenggara pendidikan untuk
selalu melakukan proses perbaikan, modifikasi, dan evaluasi pada kurikulum yang
digunakan.
prioritas kebijakan nasional ikut berubah. Begitu pun pola pembiayaan pendidikan serta
kondisi sosial, termasuk perubahan pada tuntutan profesi serta kebutuhan dan keinginan
pelanggan. Semua itu ikut memberikan dorongan bagi penyelenggara pendidikan untuk
selalu melakukan proses perbaikan, modifikasi, dan evaluasi pada kurikulum yang
digunakan.
Di dalam proses pengendalian mutu, kurikulum
merupakan perangkat yang sangat
penting karena menjadi dasar untuk menjamin kompetensi keluaran dari proses
pendidikan. Kurikulum harus selalu diubah secara periodik untuk menyesuaikan dengan
dinamika kebutuhan pengguna dari waktu ke waktu.
penting karena menjadi dasar untuk menjamin kompetensi keluaran dari proses
pendidikan. Kurikulum harus selalu diubah secara periodik untuk menyesuaikan dengan
dinamika kebutuhan pengguna dari waktu ke waktu.
Dalam perjalanan sejarah sebelum kemerdekaan,
kurikulum sering dijadikan alat politik oleh pemerintah. Misalnya, ketika
Indonesia masih di bawah penjajahan Belanda dan Jepang, kurikulum harus
disesuaikan dengan kepentingan politik kedua negara tersebut. Bahkan ketika
pemerintah Jepang berkuasa, kurikulum sekolah diubah sesuai dengan kepentingan
politiknya yang bersemangatkan kemiliteran dan kebangunan Asia Timur Raya.
Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, kurikulum sekolah diubah dan
disesuaikan dengan kepentingan politik bangsa Indonesia yang dilandasi oleh
nilai-nilai luhur bangsa sebagai cerminan masyarakat Indonesia.
Pasca kemerdekaan, kurikulum pendidikan
nasional telah mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968,
1975, 1984, 1994, 2004, 2006 dan 2013. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi
logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan
iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Sebab, kurikulum sebagai
seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai dengan
tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Semua kurikulum nasional
dirancang berdasarkan landasan yang sama, yaitu Pancasila dan UUD 1945,
perbedaanya pada penekanan pokok dari tujuan pendidikan serta pendekatan dalam
merealisasikannya. Pembaharuan kurikulum perlu dilakukan mengingat
kurikulum sebagai alat untuk mencapai tujuan harus menyesuaikan dengan perkembangan
masyarakat yang senantiasa berubah dan terus berlangsung.
Kurikulum Rencana
Pelajaran (1947-1968)
Sejak awal kemerdekaan pemerintah sudah
memberikan perhatian yang cukup besar pada dunia pendidikan. Kesadaran akan
adanya suatu pendidikan nasional dirasakan sebagai suatu yang mendesak sehingga
secara tegas dinyatakan dalam Undang-Undang Dasar 1945. Pasal 31 ayat 1 Bab
XIII Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan ”tiap-tiap warga negara berhak
mendapatkan pengajaran”. Semangat kebangsaan yang sangat kuat dalam perjuangan
kemerdekaan dan adanya kesadaran bahwa pendidikan sebagai upaya utama dalam
membangun jiwa bangsa menjadi penyebab perhatian besar para pemimpin bangsa
pada waktu itu terhadap dunia pendidikan.
Di awal-awal pemerintahannya, pemerintah
secara bertahap mulai mengkonstruksi kurikulum sesuai dengan kondisi dan
situasi saat itu. Tiga tahun setelah Indonesia merdeka pemerintah memulai
membuat kurikulum yang sederhana yang disebut dengan “Rencana Pelajaran”. Tahun
1947. Kurikulum ini terus berjalan dengan beberapa perubahan terkait dengan
orientasinya, arah dan kebijakan yang ada, hingga bertahan sampai tahun 1968
saat pemerintahan beralih pada masa orde baru. Apa isi yang terkandung dalam
kurikulum Rencana Pelajaran tersebut?
Kurikulum pertama yang lahir pada masa
kemerdekaan memakai istilah leer plan. Dalam bahasa Belanda,
artinya rencana pelajaran, lebih popular ketimbangcurriculum (bahasa
Inggris). Kurikulum yang dipakai oleh Bangsa Indonesia pada tahun 1947
adalah Rentjana Pelajaran 1947. Bentuknya memuat dua hal pokok, yaitu (1)
daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, (2) garis-garis besar pengajaran.
Kurikulum pada tahun ini masih dipengaruhi
sistem pendidikan kolonial Belanda dan Jepang, sehingga hanya meneruskan
kurikulum yang pernah digunakan sebelumnya oleh Belanda. Rentjana Pelajaran
1947 boleh dikatakan sebagai pengganti sistem pendidikan kolonial Belanda
dan kurikulum ini tujuannya tidak menekankan pada pendidikan pikiran, tetapi
yang diutamakan adalah pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat.
Sedangkan materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian
terhadap kesenian dan pendidikan jasmani. Sejumlah kalangan menyebut sejarah
perkembangan kurikulum diawali dari Kurikulum 1950. Bentuknya memuat dua hal
pokok:
a) Daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya
b) Garis-garis besar pengajaran (GBP)
Rencana Pelajaran Terurai 1952
Setelah Rentjana Pelajaran 1947, pada tahun
1952 kurikulum di Indonesia mengalami penyempurnaan. Pada tahun 1952 ini diberi
nama Rentjana Pelajaran Terurai 1952. Pembentukan Panitia Penyelidik
Pengajaran pada masa Mr. Soewandi sebagai Menteri PP dan K (Pengajaran,
Pendidikan dan Kebudayaan) adalah dalam rangka mengubah sistem pendidikan
kolonial ke dalam sistem pendidikan nasional. Sebagai konsekuensi dari
perubahan sistem itu, maka kurikulum pada semua tingkat pendidikan mengalami
perubahan pula, sehingga yang semula diorientasikan kepada kepentingan kolonial
maka kini diubah selaras dengan kebutuhan bangsa yang merdeka. Salah satu hasil
panitia tersebut yang menyangkut kurikulum adalah bahwa setiap rencana
pelajaran pada setiap tingkat pendidikan harus memperhatikan hal-hal sebagai
berikut (Depdikbud, 1979:108):
· Pendidikan pikiran harus dikurangi
· Isi pelajaran harus dihubungkan terhadap
kesenian
· Pendidikan watak
· Pendidikan jasmani
· Kewarganegaraan dan masyarakat
Kurikulum ini lebih merinci setiap mata
pelajaran yang disebut Rencana Pelajaran Terurai 1952. Silabus mata
pelajarannya jelas sekali. seorang guru mengajar satu mata pelajaran. Fokusnya
pada pengembangan Pancawardhana (five principles of development), yaitu
:a) Daya cipta, b) Rasa, c) Karsa, d) Karya, e) Moral.
Setelah Undang-Undang Pendidikan dan Pengajaran No. 04 Tahun
1950 dikeluarkan, maka:
· Kurikulum pendidikan rendah ditujukan untuk
menyiapkan anak memiliki dasar-dasar pengetahuan, kecakapan, dan ketangkasan
baik lahir maupun batin, serta mengembangkan bakat dan kesukaannya
· Kurikulum pendidikan menengah ditujukan untuk
menyiapkan pelajar ke pendidikan tinggi, serta mendidik tenaga-tenaga ahli
dalam pelbagai lapangan khusus, sesuai dengan bakat masing-masing dan kebutuhan
masyarakat
· Kurikulum pendidikan tinggi ditujukan untuk
menyiapkan pelajaran agar dapat menjadi pimpinan dalam masyarakat, dan dapat
memelihara kemajuan ilmu, dan kemajuan hidup kemasyarakatan.
Kurikulum 1964
Usai tahun 1952, menjelang tahun 1964,
pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum di Indonesia. Kali ini
diberi nama RentjanaPendidikan 1964. Pokok-pokok pikiran kurikulum
1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah bahwa pemerintah mempunyai
keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada
jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana yang
meliputi pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral (Hamalik,
2004). Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral,
kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmani. Pendidikan
dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.
Kurikulum 1964 tidak bertahan lama. Situasi
politik mengalami perubahan pesat dan terjadi peristiwa yang dikenal dengan
nama G.30.S/PKI. Pada tanggal 11 Maret 1966 Presiden Soekarno mengeluarkan
Surat Perintah 11 Maret (Supersemar) yang memberikan wewenang kepada Mayjen
Soeharto untuk mengamankan ajaran Panglima Besar Revolusi. Dengan kewenangan
yang dimilikinya, Mayjen Soeharto kemudian membubarkan PKI, sesuai dengan Tiga
Tuntutan Rakyat (Tritura). Manipol-USDEK dan Nasakom tidak lagi menjadi
ideologi negara. Revolusi menemukan titik akhir perjalanannya. Pada tahun 1966,
MPRS menetapkan kebijakan pendidikan untuk menghilangkan pengaruh Manipol dan
melarang ajaran komunis. TAP MPRS XXVI tahun 1966 menentukan bahwa pendidikan
haruslah diarahkan pada (a) mempertinggi mental-moral-budi pekerti dan
memperkuat keyakinan beragama, (b) mempertinggi kecerdasan dan ketrampilan, dan
(c) membina/ memperkembangkan fisik yang kuat dan sehat. Oleh karena itu maka
kurikulum baru diperlukan untuk membersihkan pikiran dan hati generasi muda
dari ideologi tersebut. Meski pun demikian, pendidikan ideologi terus
berlanjut. Kurikulum baru segera dikembangkan untuk menggantikan kurikulum
1964, dibersihkan dari Manipol-USDEK dan Nasakom.
Kurikulum 1968
Lahirnya Orde Baru memberikan warna tersendiri
dalam sistem pendidikan Indonesia. Sesuai dengan ketetapan TAP MPRS No.
XXVII/MPRS/1966 tentang Agama, Pendidikan, dan Kebudayaan, maka dirumuskan mengenai
tujuan pendidikan sebagai bentuk manusia Pancasilais sejati berdasarkan
ketentuan-ketentuan sesuai dengan Pembukaan UUD 1945 dan isi UUD 1945. Isi dari
kurikulum 1968 ialah mempertinggi mental-moral-budi pekerti dan memperkuat
keyakinan beragama, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan,
membina/memperkembangkan fisik yang kuat dan sehat.
Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari
Kurikulum 1964, yaitu dilakukannya perubahan struktur kurikulum pendidikan dari
Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan
kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi
pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Dari segi tujuan
pendidikan, Kurikulum 1968 –istilah yang digunakan adalah Rencana Pendidikan
–bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada upaya untuk membentuk manusia
Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan
keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Isi
pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan,
serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat.
Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis:
mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama.
Tujuannya pada pembentukan manusia Pancasila sejati. Kurikulum 1968 menekankan
pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila,
pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah pelajarannya Sembilan.
Kurikulum 1975
Pada tahun 1973, GBHN pertama dilaksanakan
sebagai Keputusan MPR No. II/MPR/1973. Berdasarkan TAP MPR ini dan juga hasil
dari beberapa percobaan dalam bidang pendidikan dan pengajaran maka disusun
kurikulum 1975. Untuk pertama kalinya kurikulum ini didasarkan pada tujuan
pendidikan yang jelas. Dari tujuan pendidikan tersebut dijabarkan tujuan-tujuan
yang ingin dicapai yaitu tujuan instruksional umum, tujuanj instruksional
khusus, dan berbagai rincian lainnya sehingga jelas apa yang akan dicapai
melalui kurikulum tersebut.
Dalam kurikulum ini, satu hal yang menonjol
adalah dengan digunakannya sistem instruksional. Dalam tiap mata pelajaran,
diberikan tujuan kurikulum, dan di tiap bahasan, diberikan pula tujuan
instruksional bagi guru dan siswa apa yang harus dicapai. Jadi dalam
pengajaran, sudah ditentukan tujuan-tujuan yang setelah proses belajar, harus
dicapai oleh siswa. Hal ini tentu saja membuat bahan ajar tidak bisa
berkembang. Proses belajar ditentukan terlebih dahulu oleh pembuat kebijakan
tentang output yang ingin dihasilkan. Siswa dan guru akan cenderung lebih pasif
dalam proses belajar mengajar. Adapun ciri-ciri lebih lengkap kurikulum ini
adalah sebagai berikut:
· Berorientasi pada tujuan.
· Menganut pendekatan integratif dalam arti
bahwa setiap pelajaran memiliki arti dan peranan yang menunjang kepada
tercapainya tujuan-tujuan yang lebih integratif.
· Menekankan kepada efisiensi dan efektivitas
dalam hal daya dan waktu.
· Menganut pendekatan sistem instruksional yang
dikenal dengan Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Sistem yang
senantiasa mengarah kepada tercapainya tujuan yang spesifik, dapat diukur dan
dirumuskan dalam bentuk tingkah laku siswa.
· Dipengaruhi psikologi tingkah laku dengan
menekankan kepada stimulus respon (rangsang-jawab) dan latihan (drill).
Kurikulum1975 hingga menjelang tahun 1983
dianggap sudah tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan masyarakat dan tuntunan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Kurikulum 1984
Pendidikan idiologi dalam kurikulum 1984 tetap
menjadi warna yang dominan dalam kurikulum. Pemerintah menetapkan Pendidikan
Pancasila sebagai mata pelajaran wajib dalam kurikulum sejak SD sampai ke
perguruan tinggi. Dalam TAP MPR Nomor IV/MPR/1978 ditetapkan Pendidikan
Pancasila sebagai mata pelajaran wajib dan diarahkan untuk menumbuhkan jiwa, semangat
dan nilai-nilai 1945. Berdasarkan TAP MPR Nomor II/MPR/1978 ditetapkan pula
Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila sebagai “penuntun dan pegangan
hidup dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara bagi setiap warganegara
Indonesia, setiap penyelenggara Negara serta setiap lembaga kenegaraan dan
kemasyarakatan, baik di Pusat maupun di Daerah dan dilaksanakan secara bulat
dan utuh.” Pedoman Penghayatan dan Pengalaman Pancasila (P-4) dan juga
dinamakan Ekaprasetia Pancakarsa ditetapkan sebagai bagian dari Pendidikan
Pancasila melalui TAP MPR Nomor II/MPR/1983.
Sebelum pemberlakuan kurikulum 1984, yaitu
pada tahun 1983 mata pelajaran Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB)
ditetapkan sebagai mata pelajaran wajib. Penetapan ini berdasarkan keputusan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 0461/U/1983 yang ditandatangani Prof.
Dr. Nugroho Notosusanto. Posisi PSPB sebagai materi dan mata kuliah wajib dalam
kurikulum mendapat kedudukan hukum yang lebih kuat ketika MPR mengeluarkan TAP
MPR Nomor II/MPR/1983 dimana dinyatakan PSPB sebagai bagian dari Pendidikan
Pancasila. Dengan demikian maka pendidikan idiologi dilakukan melalui
Pendidikan Pancasila yang memiliki komponen Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila (P-4), Pendidikan Moral Pancasila (PMP), dan Pendidikan Sejarah
Perjuangan Bangsa (PSPB).
Kurikulum 1984 mengusung process skill
approach. Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap
penting. Kurikulum ini juga sering disebut “Kurikulum 1975 yang disempurnakan”.
Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu,
mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara
Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL).
Kurikulum 1984 ini berorientasi kepada tujuan instruksional. Didasari oleh
pandangan bahwa pemberian pengalaman belajar kepada siswa dalam waktu belajar
yang sangat terbatas di sekolah harus benar-benar fungsional dan efektif. Oleh
karena itu, sebelum memilih atau menentukan bahan ajar, yang pertama harus dirumuskan
adalah tujuan apa yang harus dicapai siswa.
Ciri-Ciri umum dari Kurikulum CBSA adalah:
- Berorientasi pada tujuan instruksional
- Pendekatan pembelajaran adalah berpusat pada
anak didik; Pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA)
- Pelaksanaan Pendidikan Sejarah Perjuangan
Bangsa (PSPB)
- Materi pelajaran menggunakan pendekatan
spiral, semakin tinggi tingkat kelas semakin
banyak materi pelajaran yang di bebankan pada peserta didik.
banyak materi pelajaran yang di bebankan pada peserta didik.
- Menanamkan pengertian terlebih dahulu sebelum
diberikan latihan.
- Konsep-konsep yang dipelajari siswa harus
didasarkan kepada pengertian, baru kemudian diberikan latihan setelah mengerti.
Untuk menunjang pengertian alat peraga sebagai media digunakan untuk membantu
siswa memahami konsep yang dipelajarinya.
Kurikulum 1994
Pada tahun 1989 Indonesia memiliki
undang-undang pendidikan baru yaitu Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 tentang
Sistem Pendidikan Nasional. Dalam Undang-Undang ini pasal 12 ayat (1)
menetapkan bahwa wajib belajar menjadi 9 tahun. Wajib belajar yang diartikan
sebagai pendidikan minimal yang harus dimiliki bangsa Indonesia. Sebelumnya
wajib belajar tersebut hanya 6 tahun. Oleh karena itu maka kurikulum SMP yang
dalam Undang- Undang nomor 2 tahun 1989 diubah namanya menjadi SLTP adalah
bagian dari wajib belajar 9 tahun.
Meski pun Indonesia telah memiliki
Undang-Undang pendidikan baru dan banyak kebijakan tentang pendidikan dan
kurikulum yang baru tetapi kurikulum tidak segera berubah. Pada tahun 1994, sesuai
dengan tradisi sepuluh tahunan, Pemerintah meresmikan kurikulum baru. Kurikulum
1994 ini merupakan revisi terhadap kurikulum 1984 tetapi pada dasarnya keduanya
tidak memiliki perbedaan yang prinsipil. Orientasi pendidikan pada pengajaran
disiplin ilmu menempatkan kurikulum sebagai instrumen untuk ”transfer of
knowledge”. Penyempurnaan terjadi pada materi pendidikan sejarah karena
materi pendidikan sejarah yang tercantum dalam kurikulum SMA 1984 (nama baru
SMA berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 adalah SMU) dianggap tidak
lengkap, maka kurikulum SMU 1994 menyempurnakannya.
Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan
kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan UU no. 2 tahun 1989 tentang
Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada sistem pembagian waktu
pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke sistem caturwulan.
Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu tahun menjadi tiga tahap
diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima materi
pelajaran cukup banyak. Tujuan pengajaran menekankan pada pemahaman konsep dan
keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah.
Ciri-Ciri Umum Kurikulum 1994
Terdapat ciri-ciri yang menonjol dari
pemberlakuan kurikulum 1994, di antaranya sebagai berikut:
- Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan
sistem catur wulan.
- Pembelajaran di sekolah lebih menekankan
materi pelajaran yang cukup padat (berorientasi kepada materi pelajaran/isi).
- Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang
memberlakukan satu sistem kurikulum untuk semua siswa di seluruh Indonesia.
Kurikulum ini bersifat kurikulum inti sehingga daerah yang khusus dapat
mengembangkan pengajaran sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan
masyarakat sekitar.
- Dalam pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya
memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif dalam belajar,
baik secara mental, fisik, dan sosial. Dalam mengaktifkan siswa guru dapat
memberikan bentuk soal yang mengarah kepada jawaban konvergen, divergen
(terbuka, dimungkinkan lebih dari satu jawaban) dan penyelidikan.
- Dalam pengajaran suatu mata pelajaran
hendaknya disesuaikan dengan kekhasan konsep/pokok bahasan dan perkembangan
berpikir siswa, sehingga diharapkan akan terdapat keserasian antara pengajaran
yang menekankan pada pemahaman konsep dan pengajaran yang menekankan
keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah.
- Pengajaran dari hal yang konkrit ke ha yang
abstrak, dari hal yang mudah ke hal yang sulit dan dari hal yang sederhana ke
hal yang kompleks.
- Pengulangan-pengulangan materi yang dianggap
sulit perlu dilakukan untuk pemantapan pemahaman.
Selama dilaksanakannya kurikulum 1994 muncul
beberapa permasalahan, terutama sebagai akibat dari kecenderungan kepada
pendekatan penguasaan materi (content oriented), di antaranya sebagai berikut:
- Beban belajar siswa terlalu berat karena
banyaknya mata pelajaran dan banyaknya materi/ substansi setiap mata pelajaran.
- Materi pelajaran dianggap terlalu sukar karena
kurang relevan dengan tingkat perkembangan berpikir siswa, dan kurang bermakna
karena kurang terkait dengan aplikasi kehidupan sehari-hari.
- Bersifa populis yaitu yang memberlakukan satu
sistem kurikulum untuk semua siswa di
seluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat kurikulum inti sehingga daerah yang khusus
dapat mengembangkan pengajaran sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sekitar. Dalam pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial. Dalam mengaktifkan siswa guru dapat memberikan bentuk soal yang mengarah kepada jawaban konvergen, divergen (terbuka, dimungkinkan lebih dari satu jawaban), dan penyelidikan.
seluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat kurikulum inti sehingga daerah yang khusus
dapat mengembangkan pengajaran sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sekitar. Dalam pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial. Dalam mengaktifkan siswa guru dapat memberikan bentuk soal yang mengarah kepada jawaban konvergen, divergen (terbuka, dimungkinkan lebih dari satu jawaban), dan penyelidikan.
Kurikulum 2004 (KBK)
Kurikukum 2004 ini lebih dikenal dengan Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK). Pendidikan berbasis kompetensi menitik-beratkan
pada pengembangankemampuan untuk melakukan (kompetensi) tugas-tugas tertentu
sesuai dengan standar performance yang telah
ditetapkan. Secara singkat dengan KBK ini ditekankan agar siswa yang
mengikuti pendidikan di sekolah memiliki kompetensi yang diinginkan. Kompetensi
merupakan perpaduan antara pengetahuan, keterampilan, nilai serta sikap yang
ditunjukkan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak (Mulyasa, E., 2010:37).
Sehingga KBK diharapkan dapat mengembangkan pengetahuan, pemahaman, kemampuan,
nilai, sikap, dan minat siswa agar dapat melakukan sesuatu dalam bentuk
keterampilan, tepat, dan berhasil dengan penuh tanggung jawab. KBK mencakup
beberapa kompetensi dan seperangkat tujuan pembelajaran yang harus dicapai
siswa. Kegiatan pembelajaran pun diarahkan untuk membantu siswa menguasai
kompetensi-kompetensi agar tujuan pembelajaran tercapai.
Kurikulum Berbasis Kompetensi berorientasi
pada: (1) hasil dan dampak yang diharapkan muncul pada diri peserta didik
melalui serangkaian pengalaman belajar yang bermakna, dan (2) keberagaman yang
dapat dimanifestasikan sesuai dengan kebutuhannya (Puskur, 2002a). Tujuan yang
ingin dicapai menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara
individual maupun klasikal.
Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas)
mengemukakan karakteristik KBK, sebagai berikut:
- Menekankan pada ketercapaian komoetensi siswa
baik secara individual maupun klasikal
- Berorientasi pada hasil belajar dan
keberagaman
- Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan
pendekatann dan metode bervariasi
- Sumber belajar bukan hanya guru tetapi juga
sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif
- Penilaian menekankan pada proses dan hasil
belajar dalam upaya poenguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.
Kurikulum 2006 (KTSP)
Berdarakan UU No. 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintah Daerah, otonomi daerah bidang pendidikan dan kebudayaan telah
diberlakukan sejak tahun 200. Visi pokok dari otonomi dalam penyelenggaraan
pendidikan bermuara pada upaya pemberdayaan terhadap masyarakat daerah untuk
menentukan sendiri jenis dan muatan kurikulum, proses pembelajaran dan
sistem penilaian hasil belajar, guru dan kepala sekolah. Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) disusun untuk menjalankan amanah yang tercantum dalam
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional dan Peraturan Pemerintahan Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan (Muslich, 2009:1)
Otonomi penyelenggaraan pendidikan tersebut
pada gilirannya berimplikasi pada perubahan sistem majanemen pendidikan dari
pola sentralisasi ke desentralisasi dalam pengelolaan pendidikan (Muhaimin,
dkk. 2008:2). Guru memiliki otoritas dalam mengembangkan kurikulum secara bebas
dengan memperhatikan karakteristik siswa dan lingkungan di sekolahnya.
Kurikulum 2006 ini dikenal dengan sebutan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Tinjauan dari segi isi dan proses
pencapaian target kompetensi pelajaran oleh siswa hingga teknis evaluasi
tidaklah banyak perbedaan dengan Kurikulum 2004. Perbedaan yang paling menonjol
adalah guru lebih diberikan kebebasan untuk merencanakan pembelajaran sesuai
dengan lingkungan dan kondisi siswa serta kondisi sekolah berada. Hal ini
disebabkan kerangka dasar (KD), standar kompetensi lulusan (SKL), standar
kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD) setiap mata pelajaran untuk setiap
satuan pendidikan telah ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional. Jadi
pengambangan perangkat pembelajaran, seperti silabus dan sistem penilaian
merupakan kewenangan satuan pendidikan (sekolah) dibawah koordinasi dan
supervisi pemerintah Kabupaten/Kota.
Tujuan KTSP ini meliputi tujuan pendidikan
nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan
pendidikan dan peserta didik. Oleh sebab itu kurikulum disusun oleh satuan
pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan
dan potensi yang ada di daerah. Tujuan Panduan Penyusunan KTSP ini untuk
menjadi acuan bagi satuan pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB,
dan SMK/MAK dalam penyusunan dan pengembangan kurikulum yang akan dilaksanakan
pada tingkat satuan pendidikan yang bersangkutan.
KURIKULUM 2013
Muhammad Nuh, Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan, menegaskan bahwa kurikukulum terbaru 2013 ini lebih ditekankan
pada kompetensi dengan pemikiran kompetensi berbasis sikap, keterampilan, dan
pengetahuan. Adapun ciri kurikulum 2013 yang paling mendasar ialah menuntut
kemampuan guru dalam berpengetahuan dan mencari tahu pengetahuan
sebanyak-banyaknya karena siswa zaman sekarang telah mudah mencari informasi
dengan bebas melalui perkembangan teknologi dan informasi. Sedangkan untuk
siswa lebih didorong untuk memiliki tanggung jawab kepada lingkungan, kemampuan
interpersonal, antarpersonal, maupun memiliki kemampuan berpikir kritis.
Tujuannya adalah terbentuk generasi produktif, kreatif, inovatif, dan afektif.
Khusus untuk tingkat SD, pendekatan tematik integrative memberi kesempatan
siswa untuk mengenal dan memahami suatu tema dalam berbagai mata pelajaran.
Pelajaran IPA ndan IPS diajarkan dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia.
Seperti yang dirilis kemdikbud di website
http:// kemdikbud.go.id ada empat aspek yang harus diberi perhatian khusus
dalam rencana implementasi dan keterlaksanaan kurikulum 2013.
- Kompetensi guru dalam pemahaman substansi
bahan ajar, yang menyangkut metodologi pembelajaran, yang nilainya pada
pelaksanaan uji kompetensi guru (UKG) baru mencapai rata-rata 44,46
- Kompetensi akademik di mana guru harus
menguasai metode penyampaian ilmu pengetahuan kepada siswa.
- Kompetensi sosial yang harus dimiliki guru
agar tidak bertindak asocial kepada siswa dan teman sejawat lainnya.
- Kompetensi manajerial atau kepemimpinan karena
guru sebagai seorang yang akan digugu dan ditiru siswa.
Kesiapan guru sangat urgen dalam pelaksanaan
kurikulum ini. Kesiapan guru ini akan berdampak pada kegiatan guru dalam
mendorong mampu lebih baik dalam melakukan observasi, bertanya, bernalar, dan
mengkomunikasikan apa yang telah mereka peroleh setelah menerima materi
pembelajaran.
Apabila kita amati perkembangan (baca: perubahan) kurikulum di
Indonesia dari tahun 1947 hingga 2013 yang menjadi faktor terhadap perkembangan
tersebut adalah: (1) menyesuaikan dengan perkembangan jaman, hal ini dapat kita
lihat awal perubahan kurikulum dari Rentjana Pelajaran 1947 menjadi Renjtana
Pelajaran Terurai 1952. Awalya hanya mengikuti atau meneruskan kurikulum yang
ada kemudian dikembangkan lagi dengan lebih menfokuskan pelajaran dengan
kehidupan sehari-hari. (2) kepentingan politis semata, hal ini sangat jelas
terekam dalam perubahan kurikulum 2004 (KBK) menjadi kurklum 2006 (KTSP).
Secara matematis masa aktif kurikulum 2004 sebelum diubah menjadi kurikulum
2006 hanya bertahan selama 2 tahun. Hal ini tidak sesuai dengan perkembangan
sebelum-sebelumnya. Dalam kurun waktu yang singkat ini, kita tidak bisa
membuktikan baik tidaknya sebuah kurikulum. Hal senada juga diungkapkan oleh
Bagus (2008), menyebutkan bahwa lahirnya kurikulum 1968 hanya bersifat politis
saja, yaitu mengganti Rencana pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk
Orde Lama.
Seiring dengan yang telah disebutkan diatas,
Hamalik (2003: 19) mengungkapkan bahwa dalam perubahan kurikulum dipengaruhi
oleh beberapa faktor diantaranya:
- Tujuan filsafat pendidikan nasional yang
dijadikan sebagai dasar untuk merumuskan tujuan institusional yang pada
gilirannya menjadi landasan merumuskan tujuan kurikulum suatu satuan
pendidikan.
- Sosial budaya yang berlaku dalam kehidupan
masyarakat
- Keadaan lingkungan.
- Kebutuhan pembangunan POLSOSBUDHANKAM
- Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang sesuai dengan sistem nilai dan kemanusiaan serta budaya bangsa.
Tabel Kronologis
Perkembangan Kurikulum di Indonesia
Tahun
|
Kurikulum
|
Keterangan
|
1947
|
Rencana Pelajaran 1947
|
- Kurikulum ini merupakan kurikulum pertama di Indonesia
setelah kemerdekaan.
- Istilah kurikulum masih belum digunakan. Sementara istilah
yang digunakan adalah Rencana Pelajaran
|
1954
|
Rencana Pelajaran 1954
|
- Kurikulum ini masih sama dengan kurikulum sebelumnya,
yaitu Rencana Pelajaran 1947
|
1968
|
Kurikulum 1968
|
- Kurikulum ini merupakan kurikulum terintegrasi pertama di
Indonesia. Beberapa masa pelajaran, seperti Sejarah, Ilmu Bumi, dan beberapa
cabang ilmu sosial mengalami fusi menjadi Ilmu Pengetahuan Sosial (Social
Studies). Beberapa mata pelajaran, seperti Ilmu Hayat, Ilmu Alam, dan
sebagainya mengalami fusi menjadi Ilmu Pengetahun Alam (IPS) atau yang
sekarang sering disebut Sains.
|
1975
|
Kurikulum 1975
|
- Kurikulum ini disusun dengan kolom-kolom yang sangat rinci
|
1984
|
Kurikulum 1984
|
- Kurikulum ini merupakan penyempurnaan dari kurikulum 1975
|
1994
|
Kurikulum 1994
|
- Kurikulum ini merupakan penyempurnaan dari kurikulum 1984
|
2004
|
Kurikulum Berbasis Kompetensi
(KBK)
|
- Kurikulum ini belum diterapkan di seluruh sekolah di
Indonesia. Beberapa sekolah telah dijadikan uji coba dalam rangka proses
pengembangan kurikulum ini
|
2006
|
Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP)
|
- KBK sering disebut sebagai jiwa KTSP, karena KTSP
sesungguhnya telah mengadopsi KBK. Kurikukulum ini dikembangkan oleh BSNP
(Badan Standar Nasional Pendidikan).
|
2013
|
Kurikulum 2013
|
- lebih ditekankan pada kompetensi dengan pemikiran
kompetensi berbasis sikap, keterampilan, dan pengetahuan
- Kurikulum yang dapat menghasilkan insan Indonesia
yang: Produktif, Kreatif, Inovatif, Afektif melalui
penguatan Sikap, Keterampilan, dan Pengetahuan yang
terintegrasi
|
dari berbagai
sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar