Sistem pendidikan rnenjadi bagian yang tak
terpisahkan dari kehidupan sosial budaya dan masyarakat sebagai suprasistem.
Pembangunan sistem pendidikan tidak mempunyai arti apa - apa jika tidak sinkron
dengan pembangunan nasional. Kaitan yang erat antara bidang pendidikan sebagai
sistem dengan sistem sosial di budaya sebagai suprasistem tersebut dimana
sistem pendidikan menjadi bagiannya, menciptakan kondisi sedemikian rupa
sehingga permasalahan intern sistem pendidikan itu menjadi sangat kompleks.
Artinya, suatu perrnasalahan lntern dalam sistem pendidikan selalu ada kaitan
dengan masalah-masarah di luar sistem pendidikan itu sendiri. Pada dasarnya ada
dua masalah pokok yang dihadapi oleh dunia pendidikan ditanah air kita dewasa
ini, yaitu:
a. Bagaimana semua warga negara dapat menikmati kesempatan pendidikan
b. Bagaimana pendidikan dapat membekari peserta didik dengan
keterampilan kerja yang mantap untuk dapat terjun ke dalam kancah kehidupan bermasyarakat.
1. Jenis Permasalahan pokok pendidikan
seperti telah dikemukakan pada bagian A, pada bagian ini akan dibahas empat masalah pokok pendidikan yang telah menjadi kesepakatan nasional yang perlu diprioritaskan penanggulangannya,masalah yang dimaksud yaitu:
1. Masalah pemerataan pendidikan.
2. Masalah mutu pendidikan.
3. Masalah efisiensi pendidikan.
4. Masalah relevansi pendidikan.
1) Masalah pemerataan pendidikan
Masalah pemerataan pendidikan adalah persoalan bagaimana pendidikan sistem dapat menyediakan kesempatan yang seluas - luasnya kepada seluruh warga negara untuk memperoleh pendidikan, sehingga pendidikan itu menjadi wahana bagi pembangunan sumber daya manusia untuk menunjang pembangunan.
Masalah pemerataan pendidikan timbul apabila masih banyak warga negara khususnya anak usia sekolah yang tidak dapat di tampunga di dalam sistem atau lembaga pendidikan karena kurangnya fasilitas pendidikan yang tersedia. Pada masa awalnya, di tanah air kita pemerataan pendidikan itu telah dinyatakan di dalam undang – undang no.4 Tahun 1950 sebagai dasar – dasar pendidikan dan pengajaran disekolah. Pada bab ini XI, pasal 17 berbunyi:
Tiap-tiap warga.negara Republik Indonesia rnempunyai hak yang sama untuk diterima menjadi murid suatu sekolah jika syarar-syarat yang ditetapkan untuk pendidikan dan pengajaran pada sekolah itu dipenuhi.
selanjutnya dalam kaitannya dengan wajib berajar Bab VI pasal l0 Ayat l, menyatakan: "semua anak yang sudah berumur 6 tahun berhak dan yang sudah berumur 8 tahun diwajibkan belajar di sekolah, sedikitnya 6 tahun lamanya." Ayat 2 menyatakan: "Belajar di sekolah agama yang telah mendapat pengakuan dari menteri agama dianggap telah memenuhi kewajiban belajar.
Landasan yuridis pemerataan pendidikan tersebut penting sekali artinya, sebagai landasan pelaksanaan upaya pemerataan pendidikan guna mengejar ketinggalan kita sebagai akibat penjajahan.
Masalah pemerataan memperoleh pendidikan dipandang penting anak-anak usia sekolah memperoleh kesempatan berajar pada SD, maka mereka memilki bekal dasar berupa kemampuan membaca, menulis, dan berhitung sehingga mereka dapat mengikuti perkembangan kemajuan melalui berbagai media massa dan sumber berajar yang tersedia baik mereka itu nantinya berperan sebagai produsen maupun konsumen. Dengan demikian mereka tidak terbelakang dan menjadi penghambat derap pembangunan.
OIeh karena itu, dengan melihat tujuan yang terkandung di dalam upaya pemerataan pendidikan tersebut yaitu menyiapkan masyarakat untuk menyiapkan masyarakat untuk dapat berpartisipasi dalam pembangunan" maka setelah pelaksanaan upaya pemerataan pendidikan terpenuhi, mulai diperhatikan juga upaya pemerataan mutu pendidikan. Hal ini akan dibicarakan pada butir tentang masalah mutu pendidika
Khusus untuk pendidikan formal atau pendidikan persekolahan yang berjenjang dan tiap – tiap jenjang memiliki fungsinya masing – masing maupun kebijakan memperoleh kesempatan pendidikan pada tiap jenjang itu diatur dengan memperhitungkan factor – factor kuantitatif dan kualitatif serta relevansi yang selalu ditentukan proyeksinya secara terus menerus dengan seksama.
Ø Pemecahan Masalah Pemerataan Pendidikan
Banyak macam pemecahan rnasalah yang telah dan sedang dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan pemerataan pendidikan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, langkah-langkah ditempuh melalui cara konvensional dan cara inovatif.
Cara konvensional antara lain:
a) Membangun gedung sekolah seperti SD Inpres dan atau ruangan belajar.
b) Menggunakan gedung sekolah untuk double shift (sistem bergantian pagi dan sore)
Cara inovatif antara lain:
a. Bagaimana semua warga negara dapat menikmati kesempatan pendidikan
b. Bagaimana pendidikan dapat membekari peserta didik dengan
keterampilan kerja yang mantap untuk dapat terjun ke dalam kancah kehidupan bermasyarakat.
1. Jenis Permasalahan pokok pendidikan
seperti telah dikemukakan pada bagian A, pada bagian ini akan dibahas empat masalah pokok pendidikan yang telah menjadi kesepakatan nasional yang perlu diprioritaskan penanggulangannya,masalah yang dimaksud yaitu:
1. Masalah pemerataan pendidikan.
2. Masalah mutu pendidikan.
3. Masalah efisiensi pendidikan.
4. Masalah relevansi pendidikan.
1) Masalah pemerataan pendidikan
Masalah pemerataan pendidikan adalah persoalan bagaimana pendidikan sistem dapat menyediakan kesempatan yang seluas - luasnya kepada seluruh warga negara untuk memperoleh pendidikan, sehingga pendidikan itu menjadi wahana bagi pembangunan sumber daya manusia untuk menunjang pembangunan.
Masalah pemerataan pendidikan timbul apabila masih banyak warga negara khususnya anak usia sekolah yang tidak dapat di tampunga di dalam sistem atau lembaga pendidikan karena kurangnya fasilitas pendidikan yang tersedia. Pada masa awalnya, di tanah air kita pemerataan pendidikan itu telah dinyatakan di dalam undang – undang no.4 Tahun 1950 sebagai dasar – dasar pendidikan dan pengajaran disekolah. Pada bab ini XI, pasal 17 berbunyi:
Tiap-tiap warga.negara Republik Indonesia rnempunyai hak yang sama untuk diterima menjadi murid suatu sekolah jika syarar-syarat yang ditetapkan untuk pendidikan dan pengajaran pada sekolah itu dipenuhi.
selanjutnya dalam kaitannya dengan wajib berajar Bab VI pasal l0 Ayat l, menyatakan: "semua anak yang sudah berumur 6 tahun berhak dan yang sudah berumur 8 tahun diwajibkan belajar di sekolah, sedikitnya 6 tahun lamanya." Ayat 2 menyatakan: "Belajar di sekolah agama yang telah mendapat pengakuan dari menteri agama dianggap telah memenuhi kewajiban belajar.
Landasan yuridis pemerataan pendidikan tersebut penting sekali artinya, sebagai landasan pelaksanaan upaya pemerataan pendidikan guna mengejar ketinggalan kita sebagai akibat penjajahan.
Masalah pemerataan memperoleh pendidikan dipandang penting anak-anak usia sekolah memperoleh kesempatan berajar pada SD, maka mereka memilki bekal dasar berupa kemampuan membaca, menulis, dan berhitung sehingga mereka dapat mengikuti perkembangan kemajuan melalui berbagai media massa dan sumber berajar yang tersedia baik mereka itu nantinya berperan sebagai produsen maupun konsumen. Dengan demikian mereka tidak terbelakang dan menjadi penghambat derap pembangunan.
OIeh karena itu, dengan melihat tujuan yang terkandung di dalam upaya pemerataan pendidikan tersebut yaitu menyiapkan masyarakat untuk menyiapkan masyarakat untuk dapat berpartisipasi dalam pembangunan" maka setelah pelaksanaan upaya pemerataan pendidikan terpenuhi, mulai diperhatikan juga upaya pemerataan mutu pendidikan. Hal ini akan dibicarakan pada butir tentang masalah mutu pendidika
Khusus untuk pendidikan formal atau pendidikan persekolahan yang berjenjang dan tiap – tiap jenjang memiliki fungsinya masing – masing maupun kebijakan memperoleh kesempatan pendidikan pada tiap jenjang itu diatur dengan memperhitungkan factor – factor kuantitatif dan kualitatif serta relevansi yang selalu ditentukan proyeksinya secara terus menerus dengan seksama.
Ø Pemecahan Masalah Pemerataan Pendidikan
Banyak macam pemecahan rnasalah yang telah dan sedang dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan pemerataan pendidikan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, langkah-langkah ditempuh melalui cara konvensional dan cara inovatif.
Cara konvensional antara lain:
a) Membangun gedung sekolah seperti SD Inpres dan atau ruangan belajar.
b) Menggunakan gedung sekolah untuk double shift (sistem bergantian pagi dan sore)
Cara inovatif antara lain:
Sistem pamong (pendidikan oreh masyarakat, orang
tua, dan guru) atau Inpacts system (Instructionar Management by parent,
community and, teacher). sistem tersebut dirintis di solo dan didiseminasikan
ke beberapa provinsi.
SD kecil pada daerah terpencil.
Sistem Guru Kunjung.
SMP Terbuka (ISOSA _ In School Out off School
Approach),
Kejar Paket A dan B.
Belajar Jarak Jauh, seperti Universitas Terbuka.
2) Masalah Mutu Pendidikan
Mutu pendidikan dipermasalahkan jika hasil pendidikan belum mencapai taraf seperti yang diharapkan. Penetapan mutu hasil pendidikan pertama dilakukan oleh lembaga penghasil sebagai produsen tenaga terhadap calon luaran, dengan sistem sertifikasi. Selanjutnya jika luaran rersebut terjun ke lapangan kerja penilaian dilakukan oleh lembaga pemakai sebagai konsumen tenaga dengan sistem tes unjuk kerja
(performance test)
Jadi mutu pendidikan pada akhirnya dilihat pada kualitas keluarannya. Jika tujuan pendidikan nasional dijadikan kriteria, maka pertanyaannya adalah: Apakah keluaran dari suatu sistem pendidikan menjadikan pribadi yang bertakwa, mandiri dan berkarya, anggota masyarakat yang social dan bertanggung jawab, warganegara yang cinta kepada tanah air dan memiliki rasa kesetiakawanan sosial.
Meskipun disadari bahwa pada hakikatnya produk dengan ciri-ciri seperti itu tidak semata-rnata hasii dari sistem pendidikan sendiri. Tetapi jika terhadap produk seperti itu system pendidikan dianggap rnempunyai andil yang cukup, yang tetap menjadi persoalan ialah bahw& eara pengukuran mutu produk tersebut tidak mudah. Berhubung dengan sulitnya pengukuran terhadap produk tersebut maka jika orang berbicara tentang rnutu pendidikan, umumnya hanya mengasosiasikan dengan hasil belajar yang dikenal sebagai hasil EBTA' Ebtanas, atau trasil Sipenmaru, UMPTN (yang biasa disebut instructional effect), karena ini yang rnudah diukur. Hasil EBTA dan lain-lain tersebut itu dipandang sebagai gambaran tentang hasil pendidikan.
Jika proses belajar tidak optimal sangat sulit diharapkan terjadinya hasil belajar yang bermutu. Jika terjadi belajar yang ridak optimal menghasilkan skor hasil ujian.yang baik maka hamper dapat dipastikan bahwa hasil belajar tersebut adalah semu' Ini berarti bahwa pokok permasalahan mutu pendidikan lebih terletak pada masalah pemrosesan pendidikan.
Masalah mutu pendidikan juga mencakup masalah pemeraraan mutu, Di dalam Tap MPR RI 1988 tentang GBHN dinyarakan bahwa titik berat pembangunan pendidikan diletakkan pada peningkaran mutu setiap jenjang dan jenis pendidikan, dan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan khususnya untuk memacu penguasaan iimu pengetahuan dan teknologi perlu lebih disempurnakan dan ditingkatkan pengajaran ilmu pengetahuan alam dan matematika. (Bp-7 pusat. l9g9: 6g.) umumnya kondisi mutu pendidikan. di seluruh tanah air menunjukkan bahwa di daerah pedesaan utamanya di daerah terpencil lebih rendah daripada di daerah perkotaan.
Ø Pemecahan Masalah Mutu Pendidikan
pada dasarnya pemecahan masarah mutu pendidikarl bersasaran pada perbaikan kualitas komponen pendidikan (utamanya komponen rnasukan mentah untuk jenjang pendidikan menengah dan tinggi, dan komponen masukan instrumental) serta mobilitas komponen - komponen tersebut.
upaya pemecahan masalah mutu pendidikan daram garis besarnya meliputi hal-hal yang bersifat fisik dan perangkat lunak, personalia, dan manajemen sebagai berikut:
Mutu pendidikan dipermasalahkan jika hasil pendidikan belum mencapai taraf seperti yang diharapkan. Penetapan mutu hasil pendidikan pertama dilakukan oleh lembaga penghasil sebagai produsen tenaga terhadap calon luaran, dengan sistem sertifikasi. Selanjutnya jika luaran rersebut terjun ke lapangan kerja penilaian dilakukan oleh lembaga pemakai sebagai konsumen tenaga dengan sistem tes unjuk kerja
(performance test)
Jadi mutu pendidikan pada akhirnya dilihat pada kualitas keluarannya. Jika tujuan pendidikan nasional dijadikan kriteria, maka pertanyaannya adalah: Apakah keluaran dari suatu sistem pendidikan menjadikan pribadi yang bertakwa, mandiri dan berkarya, anggota masyarakat yang social dan bertanggung jawab, warganegara yang cinta kepada tanah air dan memiliki rasa kesetiakawanan sosial.
Meskipun disadari bahwa pada hakikatnya produk dengan ciri-ciri seperti itu tidak semata-rnata hasii dari sistem pendidikan sendiri. Tetapi jika terhadap produk seperti itu system pendidikan dianggap rnempunyai andil yang cukup, yang tetap menjadi persoalan ialah bahw& eara pengukuran mutu produk tersebut tidak mudah. Berhubung dengan sulitnya pengukuran terhadap produk tersebut maka jika orang berbicara tentang rnutu pendidikan, umumnya hanya mengasosiasikan dengan hasil belajar yang dikenal sebagai hasil EBTA' Ebtanas, atau trasil Sipenmaru, UMPTN (yang biasa disebut instructional effect), karena ini yang rnudah diukur. Hasil EBTA dan lain-lain tersebut itu dipandang sebagai gambaran tentang hasil pendidikan.
Jika proses belajar tidak optimal sangat sulit diharapkan terjadinya hasil belajar yang bermutu. Jika terjadi belajar yang ridak optimal menghasilkan skor hasil ujian.yang baik maka hamper dapat dipastikan bahwa hasil belajar tersebut adalah semu' Ini berarti bahwa pokok permasalahan mutu pendidikan lebih terletak pada masalah pemrosesan pendidikan.
Masalah mutu pendidikan juga mencakup masalah pemeraraan mutu, Di dalam Tap MPR RI 1988 tentang GBHN dinyarakan bahwa titik berat pembangunan pendidikan diletakkan pada peningkaran mutu setiap jenjang dan jenis pendidikan, dan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan khususnya untuk memacu penguasaan iimu pengetahuan dan teknologi perlu lebih disempurnakan dan ditingkatkan pengajaran ilmu pengetahuan alam dan matematika. (Bp-7 pusat. l9g9: 6g.) umumnya kondisi mutu pendidikan. di seluruh tanah air menunjukkan bahwa di daerah pedesaan utamanya di daerah terpencil lebih rendah daripada di daerah perkotaan.
Ø Pemecahan Masalah Mutu Pendidikan
pada dasarnya pemecahan masarah mutu pendidikarl bersasaran pada perbaikan kualitas komponen pendidikan (utamanya komponen rnasukan mentah untuk jenjang pendidikan menengah dan tinggi, dan komponen masukan instrumental) serta mobilitas komponen - komponen tersebut.
upaya pemecahan masalah mutu pendidikan daram garis besarnya meliputi hal-hal yang bersifat fisik dan perangkat lunak, personalia, dan manajemen sebagai berikut:
seleksi yang lebih rasional terhadap masukan
mentah, khususnya untuk SLTA dan PT.
Pengembangan kemampuan tenaga kependidikan melalui
studi lanjut, misalnya berupa pelatihan, penataran, seminar, kegiatan –
kegiatan kelompok studi seperti PKG dan lain – lain.
Penyempurnaan kurikurum, misalnya dengan memberi
materi yang lebih esensial dan mengandung ,muatan lokal, metode yang menantang
dan mengairahkan berajar, dan melaksanakan evaluasi yang beracuan, PAP.
Pengembangan prasarana yang menciptakan lingkungan
yang tentram untuk belajar.
Penyempumaan sarana berajar seperti buku paket,
media pembelajaran dan peralatan laboratorium.
Peningkatan administrasi manajemen khususnya yang
mengenai anggaran.
Kegiatan pengendalian mutu yang berupa kegiatan –
kegiatan :
Laporan penyelenggaraan pendidikan oleh semua
lembaga pendidikan.
Supervisi dan Monitoring pendidikan dan penilik dan
pengawas.
Sistem ujian nasional / Negara seperti Ebtanas,
Sipenmaru / UMPTN.
Akreditasi terhadap lembaga pendidikan untuk
menetapkan status suatu lembaga.
Masalah efisiensi Pendidikan
Masaah efisiensi pendidikan mempersoalkan bagaimana
suatu system pendidikan mendayagunakan sumber daya yang ada untuk mencapai
tujuan pendidikan. Jika penggunaannya hemat dan tepat sasaran dikatakan
efisiennya tinggi. Jika terjadi yang sebaliknya, efisiensi tensinya berartl
rendah.
Beberapa masalah efisiensi pendidikan yang penting ialah :
a. Bagaimana tenaga kependidikan difungsikan.
b. Bagaimana sarana dan prasarana kependidikan difungsikan.
c. Bagaimana pendidikan diselenggarakan.
d. Masalah efisiensi dalam memfungsikan tenaga.
Masalah ini meliputi pengangkatan, penempatan, dan pengembangan tenaga.
Masalah pengangkatan terletak pada kesenjangan antara stok tenaga yang tersedia dengan jatah pengangkatan yang sangat terbatas.
Masalah penempatan guru, khususnya guru bidang penempatan studi, sering mengalami kepincangan, tidak disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan.
Masalah pengembangan tenaga kependidikan di lapangan biasanya terlambat, khususnya pada saat menyongsong hadirnya kurikulum baru. setiap pembaruan kurikulum menuntut adanya penyesuaian dari para pelaksana di lapangan.
• Masalah Efisiensi dalam penggunaan Prasarana dan Sarana
Penggunaan prasarana dan sarana pendidikan yang tidak efisien bisa terjadi antara lain sebagai akibat kurang matangnya perencanaan dan sering juga karena perubahan kurikulum.
4) Masalah Relevansi Pendidikan
Masalah relevansi pendidikan mencakup sejauh mana system pendidikan dapat menghasilkan iuran yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan, yaitu masalah – masalah yang digambarkan dalam rumusan tujuan pendidikan nasional.
Luaran pendidikan diharapkan dapat mengisih semua sector pembangunan yang beraneka ragam seperti sector produksi, sector jasa, dan lain – lain.
Sebenarnya criteria relevansi seperti dinyatakan tersebut cukup ideal jika dikaitkan dengan kondisi system pendidikan pada umumnya dan gambaran tentang kerjaan yang ada antara lain sebagai berikut :
Beberapa masalah efisiensi pendidikan yang penting ialah :
a. Bagaimana tenaga kependidikan difungsikan.
b. Bagaimana sarana dan prasarana kependidikan difungsikan.
c. Bagaimana pendidikan diselenggarakan.
d. Masalah efisiensi dalam memfungsikan tenaga.
Masalah ini meliputi pengangkatan, penempatan, dan pengembangan tenaga.
Masalah pengangkatan terletak pada kesenjangan antara stok tenaga yang tersedia dengan jatah pengangkatan yang sangat terbatas.
Masalah penempatan guru, khususnya guru bidang penempatan studi, sering mengalami kepincangan, tidak disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan.
Masalah pengembangan tenaga kependidikan di lapangan biasanya terlambat, khususnya pada saat menyongsong hadirnya kurikulum baru. setiap pembaruan kurikulum menuntut adanya penyesuaian dari para pelaksana di lapangan.
• Masalah Efisiensi dalam penggunaan Prasarana dan Sarana
Penggunaan prasarana dan sarana pendidikan yang tidak efisien bisa terjadi antara lain sebagai akibat kurang matangnya perencanaan dan sering juga karena perubahan kurikulum.
4) Masalah Relevansi Pendidikan
Masalah relevansi pendidikan mencakup sejauh mana system pendidikan dapat menghasilkan iuran yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan, yaitu masalah – masalah yang digambarkan dalam rumusan tujuan pendidikan nasional.
Luaran pendidikan diharapkan dapat mengisih semua sector pembangunan yang beraneka ragam seperti sector produksi, sector jasa, dan lain – lain.
Sebenarnya criteria relevansi seperti dinyatakan tersebut cukup ideal jika dikaitkan dengan kondisi system pendidikan pada umumnya dan gambaran tentang kerjaan yang ada antara lain sebagai berikut :
Status lembaga pendidikan sendiri masih bermacam –
macam kualitasnya.
Sistem pendidikan tidak pernah menghasilkan iuran
siap pakai. Yang ada ialah sikap kembang
Peta kebutuhan tenaga kerja dengan persyaratan yang
dapat digunakan sebagai pedoman oleh lembaga – lembaga pendidikan untuk
menyusun programnya tidak tersedia.
Dari keempat macam masalah pendidikan tersebut
masing – masing dikatakan teratasi jika pendidikan :
Dapat rnenyediakan kesempatan pemerataan belajar,
artinya: Semua warga negara yang butuh pendidikan dapat ditampung dalam suatu
satuan pendidikan.
Dapat rnencapai hasil yang bermutu, artinya:
Perencanaan, pemrosesan pendidikan dapat mencapai hasil sesuai dengan tujuan
yang telah dirumuskan.
Dapat terlaksana secara efisien, artinya:
Pemrosesan pendidikan sesuai dengan rancangan dan tujuan yang ditulis dalam
rancangan.
Produknya yang bermutu tersebut relevan, artinya:
Hasil pendidikan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan pembangunan.
Saling Berkaitan antara Masalah-Masalah Pendidikan.
Pada dasamya pernbangunan di bidang pendidikan tentu menginginkan tercapainya pemerataan pendidikan dan pendidikan yang berrnutu sekaligus.
Didalam sejarah terbukti bahwa belum ada suatu Negara yang dari sejarah berdirinya mampu melaksanakan dan memenuhi keinginan seperti itu.
Ada dua factor yang dapat dikemukakan sebagai penyebab mengapa pendidikan bermutu belum dapat diusahakan pada saat demikian.
Pertama, Gerakan perluasan pendidikan untuk melayani pemerataan kesempatan pendidikan bagi rakyat banyak memerlukan penghimpunan dan pengerahan dana daya.
Kedua, Kondisi satuan – satuan pendidikan pada saat demikian mempersulit upaya peningkatan mutu karena jumlah murid dalam kelas terlalu banyak, pengerahan tenaga pendidikan yang kurang kompeten, kurikulum yang belum mantap, sarana yang tidak memadai, dan seterusnya.
Meskipun demikian pemerataan pendidikan tidak dapar diabaikan karena upaya tersebut, terutama pada saat-saat suatu bangsa sedang mulai membangun mempunyai tujuan ganda, yaitu di samping tujuan politis (memenuhi persamaan hak bagi rakyat banyak) juga tujuan pembangunan, yaitu memberikan bekal dasar kepada warga negara agar dapat menerima informasi dan memiliki pengetahuan dasar untuk inengembangkan diri sehingga dapat berpartisipasi daiam pembangunan.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Berkembangnya masalah Pendidikan.
• Faktor – faktor yang mempengaruhi berkembangnya masalah pendidikan, yaitu :
Pada dasamya pernbangunan di bidang pendidikan tentu menginginkan tercapainya pemerataan pendidikan dan pendidikan yang berrnutu sekaligus.
Didalam sejarah terbukti bahwa belum ada suatu Negara yang dari sejarah berdirinya mampu melaksanakan dan memenuhi keinginan seperti itu.
Ada dua factor yang dapat dikemukakan sebagai penyebab mengapa pendidikan bermutu belum dapat diusahakan pada saat demikian.
Pertama, Gerakan perluasan pendidikan untuk melayani pemerataan kesempatan pendidikan bagi rakyat banyak memerlukan penghimpunan dan pengerahan dana daya.
Kedua, Kondisi satuan – satuan pendidikan pada saat demikian mempersulit upaya peningkatan mutu karena jumlah murid dalam kelas terlalu banyak, pengerahan tenaga pendidikan yang kurang kompeten, kurikulum yang belum mantap, sarana yang tidak memadai, dan seterusnya.
Meskipun demikian pemerataan pendidikan tidak dapar diabaikan karena upaya tersebut, terutama pada saat-saat suatu bangsa sedang mulai membangun mempunyai tujuan ganda, yaitu di samping tujuan politis (memenuhi persamaan hak bagi rakyat banyak) juga tujuan pembangunan, yaitu memberikan bekal dasar kepada warga negara agar dapat menerima informasi dan memiliki pengetahuan dasar untuk inengembangkan diri sehingga dapat berpartisipasi daiam pembangunan.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Berkembangnya masalah Pendidikan.
• Faktor – faktor yang mempengaruhi berkembangnya masalah pendidikan, yaitu :
Perkembangan iptek dan seni
Laju pertumbuhan penduduk
Aspirasi Masyarakat
Keterbelakangan budaya dan sarana kehidupan.
Ø Perkembangan
lptek dan Seni
• Perkembangan iptek
• Perkembangan iptek
Terdapat hubungan yang erat antara pendidikan
dengan iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi). Ilmu pengetahuan merupakan hasil
eksplorasi secara sistem dan terorganisasi mengenai alam semesta, dan teknologi
adalah penerapan yang direncanakan dari ilmu pengetahuan untuk memenuhi
kebutuhan hidup rnasyarakat.
• Perkembangan Seni
• Perkembangan Seni
Kesenian merupakan aktivitas berkreasi manusia,
secara individual ataupun kelompok yang rnenghasilkan sesuatu yang indah.
Berkesenian menjadi kebutuhan hidup manusia. Melalui kesenian manusia Liapat menyalurkan dorongan berkreasi (mencipta) yang bersifat orisinil (bukan tiruan) dan dorongan spontanitas dalam menemukan keindahan. Seni membutuhkan pengembangan.
• Laju Pertumbuhan Penduduk
Masalah kependudukan dan kependidikan bersumber pada dua hal, yaitu :
a. Pertambahan penduduk, dan
b. Penyebaran penduduk.
Ø Gambaran pertambahan penduduk adalah sebagai berikut :
Dari skarang hingga abad XXI, terus menerus bahan pendudukan akan terjadi pertambahan jumlah penduduk meskipun gerakan KB berhasil.
Berkesenian menjadi kebutuhan hidup manusia. Melalui kesenian manusia Liapat menyalurkan dorongan berkreasi (mencipta) yang bersifat orisinil (bukan tiruan) dan dorongan spontanitas dalam menemukan keindahan. Seni membutuhkan pengembangan.
• Laju Pertumbuhan Penduduk
Masalah kependudukan dan kependidikan bersumber pada dua hal, yaitu :
a. Pertambahan penduduk, dan
b. Penyebaran penduduk.
Ø Gambaran pertambahan penduduk adalah sebagai berikut :
Dari skarang hingga abad XXI, terus menerus bahan pendudukan akan terjadi pertambahan jumlah penduduk meskipun gerakan KB berhasil.
Tabel
Perkiraan jumlah penduduk
Menurut Bank Dunia Tahun 1986
Pertengahan Abad XXI
Pertengahan Abad XXI
Tahun
|
1986
|
1990
|
2000
|
2050
|
Penduduk (juta)
|
166
|
178
|
207
|
355
|
Pertambahan penduduk yang dibarengi dengan meningkatnya usia rata-rata dan penurunan angka kematian, rnengakibatkan berubahnya struktur kependudukan, yaitu proporsi penduduk usia sekolah dasar .menurun, sedangkan proporsi penduduk usia sekolah lanjutan, angkatan kerja dan penduduk usia tua meningkat berkat kemajuan bidang gizi dan Kesehatan.
• Penyebaran Penduduk
Penyebaran penduduk di seluruh pelosok tanah air tidak merata Ada daerah yang padat penduduk, terutama di kota-kota besardan daerah yang penduduknya jarang yaitu di daerah pedalaman khususnya di daerah tirpencil yang berlokasi dipegunungan dan di pulau-pulau.
• Aspirasi Masyarakat
Dalam dua dasa warsa terakhir ini. aspirasl masyasyarakat dalam banyak hal meningkat khususnya aspirasi terhadap pendidikan hidup yang sehat aspirasi terhadap pekerjaan, kesemuanya ini mempengaruhi peningkatan aspirasi terhadap pendidikan. Orang mulai melihat bahwa untuk dapat hidup yang lebih layak dan sehat haruss ada pekerjaan tetap yang menopang, dan pendidikan memberi jaminan untuk memperoleh
pekerjaan yang layak dan menetap itu. Pendidikan dianggap memberikan jaminan bagi peningkatan taraf hidup dan pendakian ditangga sosial. Sebagai akibat dari meningkatnya aspirasi terhadap pendidikan maka orang tua mendorong anaknya untuk bersekolah, agar nantinya anak – anaknya memperoleh pekerjaan yang lebih baik daripada orang tuanya sendiri. Dorongan yang kuat ini juga terdapat pada anak-anak sendiri.
Beberapa hal yang tidak dikehendaki antara lain ialah seleksi penerimaan siswa pada berbagai jenis dan jenjang pendidikan menjadi kurang objektif, jumlah murid dan siswa perkelas melebihi yang semestinya, jumlah kelas setiap sekolah membengkak, diada kannya kesempatan belajar bergilir pagi dan sore dengan pengurangan .jam belajar, kekurangan -sarana belajar, kekurangan guru, dan seterusnya. Dampak langsung dan tidak langsung dari kondisi .sebagai, mana digambarkianitu ialah terjadinya penurunan kaidar efektifitas dengan kata lain, massalisasi pendidikan menghambat upaya pemecahan masalah mutu pendidikan. Massalisasi pendidikan ibarat peru-. sahaan konveksi pakaian yang hanya melayani tiga macam ukuran (large, medium, dan, small). Kebutuhan individual yang khusus tidak terlayani.
• Keterbelakangan Budaya dan Sarana Kehidupan
Keterbelakangan budaya adalah suatu istilah yang diberikan oleh
sekelompok masyarakat (yang menganggap dirinya sudah maju) kepada masyarakat lain pendukung suatu budaya. Bagi rnasyarakat pendukung budaya, kebudayaannya pasti dipandang sebagai sesuatu yang bernilai dan baik. Terlepas dan kenyataan apakah kebudayaannya tersebut tradisional atau sudah ketinggalan zaman. Karena itu penilaian dari masyarakat luar itu dianggap subjektif.
maupun dari dalam lingkungan rnasyarakat-sendiri. Kebudayaan baru itu baik yang bersifat material seperti peralatan-peralatan pertanian, rumah tangga, transportasi, telekomunikasi, dan yang bersifat nonmaterial seperti paham atau konsep baru tentang keluarga berencana, budaya menabung, penghargaan terhadap waktu dan lain-iain. Keterbelakangan budaya terjadi karena :
Letak geografis tempat tinggal suatu masyarakat
(missal terpencil).
Penolakan masyarakat terhadap datangnya unsure
budaya baru karena tidak dipahami atau karena dikhawatirkan akan merusak sendi
masyarakat.
Ketidak mampuan masyarakat secara ekonomis
menyangkut unsure kebudayaan tersebut.
Sehubungan dengan factor penyebab terjadinya
keterbelakangan budaya umumnya dialami oleh :
Masyarakat daerah terpencil.
Masyarakat yang tidak mampu secara ekonomis
Masyarakat yang kurang terdidik
Permasalahan aktual Pendidikan dan
Penaggulangannya.
• Permasalahan Aktual Pendidikan di
Indonesia
Pendidikan selalu menghadapi masalah, karena selalu terdapat kesenjangan antara apa yang diharapkan dengan hasil vang dapat dicapai dari proses pendidikan. Permasalahan aktual berupa kesenjangan - kesenjangan yang pada saat ini kita hadapi dan terasa mendesak untuk ditanggulangi.
Beberapa masarah aktual pendidikan yang akan dikemukakan meliputi masalah-rnasalah keutuhan pencapaian sasaran, kurikulum, peranan guru, pendidikan dasar 9 tahun, dan pendayagunaan teknologi pendidikan.
Masalah aktual tersebut ada yang mengenai konsep dan ada yang mengenai pelaksanaanya. Misalnya munculnya kurikulum baru adalah masalah konsep.
Ø Berikut ini masalah aktual tersebut akan dibahas satu persatu.
• Masalah Keutuhan Pencapaian Sasaran
Di dalam undang-undang Nornor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II Pasal 4 telah dinyatakan bahwa tujuan pendidikan nasional ialah mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya.
Banyak hambatan yang harus dihadapi dalam pelaksanaan system pendidikan antara lain :
Pendidikan selalu menghadapi masalah, karena selalu terdapat kesenjangan antara apa yang diharapkan dengan hasil vang dapat dicapai dari proses pendidikan. Permasalahan aktual berupa kesenjangan - kesenjangan yang pada saat ini kita hadapi dan terasa mendesak untuk ditanggulangi.
Beberapa masarah aktual pendidikan yang akan dikemukakan meliputi masalah-rnasalah keutuhan pencapaian sasaran, kurikulum, peranan guru, pendidikan dasar 9 tahun, dan pendayagunaan teknologi pendidikan.
Masalah aktual tersebut ada yang mengenai konsep dan ada yang mengenai pelaksanaanya. Misalnya munculnya kurikulum baru adalah masalah konsep.
Ø Berikut ini masalah aktual tersebut akan dibahas satu persatu.
• Masalah Keutuhan Pencapaian Sasaran
Di dalam undang-undang Nornor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II Pasal 4 telah dinyatakan bahwa tujuan pendidikan nasional ialah mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya.
Banyak hambatan yang harus dihadapi dalam pelaksanaan system pendidikan antara lain :
kurikulum sudah terlalu sarat.
Pendidikan afektif sulit diprogramkan secara
eksplisit karena dianggap
menjadi bagian dari kurikulum tersembunyi (hiden
curriculum) yang keterlaksanaannya sangat tergantung kepada kemahiran dan
pengalaman guru.
Pencapaian hasil pendidikan afektif rnemakan waktu,
sehingga memerlukan ketekunan dan kesabaran pendidik.
Menilai hasil pendidikan afektif tidak mudah.
Bahkan kalau mau berhasil, juga membutuhkan biaya. Misal, jika PR ingin berdaya
mendidik (ketekunan, kepercayaan diri, kejujuran kedisiplinan) maka harus
diperiksa dengan saksama oleh guru dan hasilnya dikembalikan kepada siswa untuk
dibicarakan Untuk itu perlu ada insentif bagi guru.
• Masalah Kurikulum
Pada bagian ini akan dibahas masalah aktual
mengenai kurikulum Masalah kurikulum meliputi masalah konsep dan masalah
pelaksanaannya. Yang menjadi sumber masalah ini bagaimana system
pendidikan dapat mernbekali peserta didik untuk terjun kelapangan kerja (bagi
yang tidak melanjutkan sekolah) dan memberikan bekal dasar yang kuat untuk ke
perguruan tinggi (bagi mereka yang ingin lanjut).
• Masalah Peranan Guru
Konsep-konsep baru lahir sebagai cerminan humanisme yang memberikan arah baru pada pendidikan. sejalan dengan itu perkembangan iptek yang pesat menyumbangkan cara – cara baru yang lebih mantap terhadap pemecahan masalah pendidikan. dalam realisasinya dipandu oleh kurikulum yang telah disempurnakan. sejalan dengan itu maka guru sebagai suatu komponen system pendidikan juga harus berubah.
• Masalah pendidikan 9 tahun
Keberadaan pendidikan 9 tahun mempunyai landasan yang kuat. UU RI No 2 tahun 1989 Pasal 6 menyatakan tentang hak warga Negara untuk mengikuti pendidikan sekurang – kurangnya tamat pendidikan dasar. Kemudian PP nomor 28 tahun 1990 tentang pendidikan dasar, pasal 2 menyatakan bahwa pendidikan dasar merupakan pendidikan 9 tahun terdiri atas program pendidikan 6 tahun di SD dan program pendidikan 3 tahun di SLTP, pasal 3 memuat tujun pendidikan dasar yaitu memberikan bekal kemampuan dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga Negara, dan anggota umat manusia, serta mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan menengah.
Dalam pelaksanaan pendidikan dasar 9 tahun, lebih – lebih pada tahap awal sudah pasti banyak hambatannya, hambatan tersebut ialah :
• Masalah Peranan Guru
Konsep-konsep baru lahir sebagai cerminan humanisme yang memberikan arah baru pada pendidikan. sejalan dengan itu perkembangan iptek yang pesat menyumbangkan cara – cara baru yang lebih mantap terhadap pemecahan masalah pendidikan. dalam realisasinya dipandu oleh kurikulum yang telah disempurnakan. sejalan dengan itu maka guru sebagai suatu komponen system pendidikan juga harus berubah.
• Masalah pendidikan 9 tahun
Keberadaan pendidikan 9 tahun mempunyai landasan yang kuat. UU RI No 2 tahun 1989 Pasal 6 menyatakan tentang hak warga Negara untuk mengikuti pendidikan sekurang – kurangnya tamat pendidikan dasar. Kemudian PP nomor 28 tahun 1990 tentang pendidikan dasar, pasal 2 menyatakan bahwa pendidikan dasar merupakan pendidikan 9 tahun terdiri atas program pendidikan 6 tahun di SD dan program pendidikan 3 tahun di SLTP, pasal 3 memuat tujun pendidikan dasar yaitu memberikan bekal kemampuan dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga Negara, dan anggota umat manusia, serta mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan menengah.
Dalam pelaksanaan pendidikan dasar 9 tahun, lebih – lebih pada tahap awal sudah pasti banyak hambatannya, hambatan tersebut ialah :
Realisasi pendidikan dasar yang diatur PP Nomor 28
Tahun 1989 masih harus dicarikan titik temunya dengan PP Nomor 65 Tahun 1951
yang mengatur sekolah dasar sebagai bagian dari pendidikan dasar, karena PP
tersebut belum dicabut.
Kurikulum yang belum siap.
Pada masa transisi para pelaksana pendidikan di
lapangan perlu disiapkan melalui bimbingan – bimbinga, penyuluhan, penataran
dan lain – lain.
• Upaya Penanggulangan
Beberapa upaya yang perlu dilakukan untuk menanggulangi masalah - masalah actual antara lain sebagai berikut :
Beberapa upaya yang perlu dilakukan untuk menanggulangi masalah - masalah actual antara lain sebagai berikut :
Pendidikan afektif perlu ditingkatkan secara
terprogram tidak cukup
berlangsung hanya secara insidental.
Pelaksanaan ko dan ekstrakurikuier dikerjakan
dengan penuh kesungguhan dan hasilnya diperhitungkan dalam menetapkan nilai
akhir ataupun pelulusan.
Pemilihan siswa atas kelompok yang akan melanjutkan
belajar ke perguruan tinggi dengan yang akan terjun kemasyarakat merupakan hal
yang prinsip karena pada dasarnya tidak semua siswa secara potensial mampu
belajar di pergutuan tinggi.
Pendidikan tenaga kependidikan perlu diberi
perhatian khusus.
Untuk pelaksanaan pendidikan dasar 9 tahun apalagi
jika dikaitkan dengan gerakan wajib belajar, perlu diadakan penilitian secara
meluas pada masyarakat untuk menemukan faktor penunjang dan utamanya factor
penghambatnya.
KESIMPULAN:
Ø Pada dasarnya ada dua masalah pokok yang dihadapi oleh dunia pendidikan ditanah air kita dewasa ini, yaitu:
Bagaimana semua warga negara dapat menikmati
kesempatan pendidikan
Bagaimana pendidikan dapat membekari peserta didik
dengan
Ø Empat masalah pokok
pendidikan yang telah menjadi kesepakatan nasional yang perlu diprioritaskan
penanggulangannya, ialah:
1) Masalah pemerataan pendidikan.
2) Masalah mutu pendidikan.
3) Masalah efisiensi pendidikan.
4) Masalah relevansi pendidikan.
Ø Faktor – faktor yang mempengaruhi berkembangnya masalah pendidikan, yaitu :
1) Perkembangan iptek dan seni
2) Laju pertumbuhan penduduk
3) Aspirasi Masyarakat
4) Keterbelakangan budaya dan sarana kehidupan.
Ø Permasalahan aktual Pendidikan
1) Masalah keutuhan pencapaian sasaran
2) Masalah kurikulum
3) Masalah peranan guru
4) Masalah pendidikan dasar 9 tahun
Ø Upaya Penanggulangan permasalahan aktual pendidikan:
1) Masalah pemerataan pendidikan.
2) Masalah mutu pendidikan.
3) Masalah efisiensi pendidikan.
4) Masalah relevansi pendidikan.
Ø Faktor – faktor yang mempengaruhi berkembangnya masalah pendidikan, yaitu :
1) Perkembangan iptek dan seni
2) Laju pertumbuhan penduduk
3) Aspirasi Masyarakat
4) Keterbelakangan budaya dan sarana kehidupan.
Ø Permasalahan aktual Pendidikan
1) Masalah keutuhan pencapaian sasaran
2) Masalah kurikulum
3) Masalah peranan guru
4) Masalah pendidikan dasar 9 tahun
Ø Upaya Penanggulangan permasalahan aktual pendidikan:
Pendidikan afektif perlu ditingkatkan
Pelaksanaan Ko dan ekstrakulikuler dikerjakandengan
penuh kesungguhan dan hasilnya diperhitungkan dalam menetapkan nilai akhir
ataupu pelulusan.
Pemilihan siswa atas kelompok yang akan melanjutkan
ke perguruan tinggi.
Pendidikan tenaga kependidikan perlu diberikan
perhatian khusus.
2.
Pendidikan merupakan bagian penting dari kehidupan
yang sekaligus membedakan manusia dengan makhluk hidup lainnya. Hewan juga
“belajar” tetapi lebih ditentukan oleh instinknya, sedangkan manusia belajar
berarti merupakan rangkaian kegiatan menuju pendewasaan guna menuju kehidupan
yang lebih berarti. Anak-anak menerima pendidikan dari orang tuanya dan
manakala anak-anak ini sudah dewasa dan berkeluarga mereka akan mendidik
anak-anaknya, begitu juga di sekolah dan perguruan tinggi, para siswa dan
mahasiswa diajar oleh guru dan dosen.
Pandangan klasik tentang pendidikan, pada umumnya
dikatakan sebagai pranata yang dapat menjalankan tiga fungi
sekaligus.Pertama,mempersiapkan generasi muda untuk untuk memegang
peranan-peranan tertentu pada masa mendatang. Kedua, mentransfer pengetahuan,
sesuai dengan peranan yang diharapkan. Ketiga, mentransfer nilai-nilai dalam
rangka memelihara keutuhan dan kesatuan masyarakat sebagai prasyarat bagi
kelangsungan hidup masyarakat dan peradaban. Butir kedua dan ketiga di atas
memberikan pengerian bahwa pandidikan bukan hanya transfer of knowledge tetapi
juga transfer of value. Dengan demikian pendidikan dapat menjadi penolong bagi
umat manusia. Landasan Pendidikan marupakan salah satu kajian yang dikembangkan
dalam berkaitannya dengan dunia pendidikan.
Landasan Pendidikan diperlukan dalam dunia
pendidikan khususnya di negara kita Indonesia,agar pendidikan yang sedang
berlangsung dinegara kita ini mempunyai pondasi atau pijakan yang sangat kuat
karena pendidikan di setiap negara tidak sama.Untuk negara kita diperlukan
landasan pendidikan berupa landasan hukum,landasan filsafat,landasan
sejarah,landasan sosial budaya,landasan psikologi,dan landasan ekonomi .
B. Fokus Masalah
1.
Pendidikan ditinjau dari beberapa batasan arti dan pengertian secara
keseluruhan.
2.
Penjelasan landasan dari sudut pandang filosofis, sosiologis, kultural, dan
psikologis.
3.
Pengertian asas-asas pokok pendidikan.
4.
Program penerapan pendidikan.
C. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini diharapkan tidak hanya
bermanfaat bagi penulis tetapi juga bertujuan untuk menambah wawasan bagi para
pembaca mengenai Landasan-landasan pendidikan dan penerapannya.
BAB II
KAJIAN TEORI
A. LANDASAN PENDIDIKAN
Pendidikan sebagai usaha sadar yang
sistematis-sistemik selalu bertolak dari sejumlah landasan serta pengindahan
sejumlah asas-asas tertentu. Landasan dan asas tersebut sangat penting, karena
pendidikan merupakan pilar utama terhadap perkembangan manusia dan masyarakat
bangsa tertentu. Beberapa landasan pendidikan tersebut adalah landasan filosofis,
sosiologis, dan kultural, yang sangat memegang peranan penting dalam menentukan
tujuan pendidikan. Selanjutnya landasan ilmiah dan teknologi akan mendorong
pendidikan untuk menjemput masa depan.
1. Landasan Filosofis
a. Pengertian Landasan Filosofis
Landasan filosofis bersumber dari
pandangan-pandangan dalam filsafat pendidikan, menyangkut keyakianan terhadap
hakekat manusia, keyakinan tentang sumber nilai, hakekat pengetahuan, dan
tentang kehidupan yang lebih baik dijalankan. Aliran filsafat yang kita kenal
sampai saat ini adalah Idealisme, Realisme, Perenialisme, Esensialisme,
Pragmatisme dan Progresivisme dan Ekstensialisme
a) Esensialisme
Esensialisme adalah mashab pendidikan yang
mengutamakan pelajaran teoretik (liberal arts) atau bahan ajar esensial.
b) Perenialisme
Perenialisme adalah aliran pendidikan yang
megutamakan bahan ajaran konstan (perenial) yakni kebenaran, keindahan, cinta
kepada kebaikan universal.
c) Pragmatisme dan Progresifme
Pragmatisme adalah aliran filsafat yang memandang
segala sesuatu dari nilai kegunaan praktis, di bidang pendidikan, aliran
ini melahirkan progresivisme yang menentang pendidikan tradisional.
d) Rekonstruksionisme
Rekonstruksionisme adalah mazhab filsafat
pendidikan yang menempatkan sekolah/lembaga pendidikan sebagai pelopor
perubahan masyarakat.
b. Pancasila sebagai Landasan Filosofis
Sistem Pendidikan Nasional
Pasal 2 UU RI No.2 Tahun 1989 menetapkan bahwa
pendidikan nasional berdasarkan pancasila dan UUD 1945, sedangkan Ketetapan MPR
RI No. II/MPR/1978 tentang P4 menegaskan pula bahwa Pancasila adalah jiwa
seluruh rakyat indonesia, kepribadian bangsa Indonesia, pandangan hidup bangsa
Indonesia, dan dasar negara Indonesia.
2. Landasan Sosiologis
a. Pengertian Landasan Sosiologis
Dasar sosiologis berkenaan dengan perkembangan,
kebutuhan dan karakteristik masayarakat.Sosiologi pendidikan merupakan analisi
ilmiah tentang proses sosial dan pola-pola interaksi sosial di dalam sistem
pendidikan. Ruang lingkup yang dipelajari oleh sosiologi pendidikan
meliputi empat bidang:
1. Hubungan sistem pendidikan dengan aspek
masyarakat lain.
2. Hubungan kemanusiaan.
3. Pengaruh sekolah pada perilaku
anggotanya.
4. Sekolah dalam komunitas,yang
mempelajari pola interaksi antara
sekolah dengan kelompok sosial lain di dalam
komunitasnya.
3. Landasan Kultural
a. Pengertian Landasan Kultural
Kebudayaan dan pendidikan mempunyai hubungan timbal
balik, sebab kebudayaan dapat dilestarikan/ dikembangkan dengan jalur
mewariskan kebudayaan dari generasi ke generasi penerus dengan jalan
pendidikan, baik secara formal maupun informal.
Anggota masyarakat berusaha melakukan
perubahan-perubahan yang sesuai dengan perkembangan zaman sehingga terbentuklah
pola tingkah laku, nilai-nilai,dan norma-norma baru sesuai dengan tuntutan
masyarakat. Usaha-usaha menuju pola-pola ini disebut transformasi kebudayaan.
Lembaga sosial yang lazim digunakan sebagai alat transmisi dan transformasi
kebudayaan adalah lembaga pendidikan, utamanya sekolah dan keluarga.
b. Kebudayaan Sebagai Landasan Sistem
Pendidikan Nasional
Pelestarian dan pengembangan kekayaan yang unik di
setiap daerah itu melalui upaya pendidikan sebagai wujud dari kebineka tunggal
ikaan masyarakat dan bangsa Indonesia. Hal ini haruslah dilaksanakan dalam
kerangka pemantapan kesatuan dan persatuan bangsa dan negara indonesia sebagai
sisi ketunggal-ikaan.
4. Landasan Psikologis
a. Pengertian Landasan Psikologis
Dasar psikologis berkaitan dengan prinsip-prinsip
belajar dan perkembangan anak. Pemahaman terhadap peserta didik, utamanya yang
berkaitan dengan aspek kejiwaan merupakan salah satu kunci keberhasilan
pendidikan. Oleh karena itu, hasil kajian dan penemuan psikologis sangat
diperlukan penerapannya dalam bidang pendidikan.
Sebagai implikasinya pendidik tidak mungkin memperlakukan
sama kepada setiap peserta didik, sekalipun mereka memiliki kesamaan.
Penyusunan kurikulum perlu berhati-hati dalam menentukan jenjang pengalaman
belajar yang akan dijadikan garis-garis besar pengajaran serta tingkat
kerincian bahan belajar yang digariskan.
b. Perkembangan Peserta Didik sebagai
Landasan Psikologis
Pemahaman tumbuh kembang manusia sangat penting
sebagai bekal dasar untuk memahami peserta didik dan menemukan keputusan dan
atau tindakan yang tepat dalam membantu proses tumbuh kembang itu secara
efektif dan efisien.
5. Landasan Ilmiah dan
Teknologis
a. Pengertian Landasan IPTEK
Kebutuhan pendidikan yang mendesak cenderung
memaksa tenaga pendidik untuk mengadopsinya teknologi dari berbagai bidang
teknologi ke dalam penyelenggaraan pendidikan. Pendidikan yang berkaitan
erat dengan proses penyaluran pengetahuan haruslah mendapat perhatian yang
proporsional dalam bahan ajaran, dengan demikian pendidikan bukan hanya
berperan dalam pewarisan IPTEK tetapi juga ikut menyiapkan manusia yang sadar
IPTEK dan calon pakar IPTEK itu. Selanjutnya pendidikan akan dapat mewujudkan
fungsinya dalam pelestarian dan pengembangan iptek tersebut.
b. Perkembangan IPTEK sebagai Landasan
Ilmiah
Iptek merupakan salah satu hasil pemikiran manusia
untuk mencapai kehidupan yang lebih baik, yang dimualai pada permulaan
kehidupan manusia. Lembaga pendidikan, utamanya pendidikan jalur sekolah harus
mampu mengakomodasi dan mengantisipasi perkembangan iptek. Bahan ajar
seyogyanya hasil perkembangan iptek mutahir, baik yang berkaitan dengan hasil
perolehan informasi maupun cara memperoleh informasi itu dan manfaatnya bagi
masyarakat.
3.
B. Unsur-unsur pendidikan
Proses pendidikan melibatkan banyak hal yaitu:
1. Subjek yang
dibimbing (peserta didik).
2. Orang yang
membimbing (pendidik)
3. Interaksi
antara peserta didik dengan pendidik (interaksi edukatif)
4. Ke arah mana
bimbingan ditujukan (tujuan pendidikan)
5. Pengaruh yang
diberikan dalam bimbingan (materi pendidikan)
6. Cara yang
digunakan dalam bimbingan (alat dan metode)
7. Tempat dimana
peristiwa bimbingan berlangsung (lingkungan pendidikan)
Penjelasan:
1. Peserta Didik
Peserta didik berstatus sebagai subjek didik.
Pandangan modern cenderung menyebutkan demikian oleh karena peserta didik
adalah subjek atau pribadi yang otonom, yang ingin diakui keberadaannya.
Ciri khas peserta didik yang perlu dipahami oleh
pendidik ialah:
a. Individu
yang memiliki potensi fisik dan psikis yang khas, sehingga merupakan insan yang
unik.
b. Individu yang
sedang berkembang.
c. Individu
yang membutuhkan bimbingan individual dan perlakuan manusiawi.
d. Individu yang
memiliki kemampuan untuk mandiri.
2. Orang yang membimbing
(pendidik)
Yang dimaksud pendidik adalah orang yang
bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pendidikan dengan sasaran peserta didik.
Peserta didik mengalami pendidikannya dalam tiga lingkunga yaitu
lingkungankeluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masayarakat. Sebab itu
yang bertanggung jawab terhadap pendidikan ialah orang tua, guru, pemimpin
program pembelajaran, latihan, dan masyarakat.
Pendidik memiliki peran yang sangat vital dan
fundamental dalam membimbing, mengarahkan dan mendidik kepada peserta didik
dalam proses pembelajaran. Karena peran meeka yang sangat penting itu
keberadaan pendidik bahkan tak tergantikan oleh siapapun atau apapun sekalipun
dengan tekhnologi canggih.alat dan media pendidkan , sarana prasarana,
multamrdia dan tekhnologi hanyalah media atau alat yang hanya digunakan
teacher’s companion (sahabat-mitra guru).
Pendidik memiliki peran yang amat penting, terutama
sebagai agen of change melalui proses pembelajaran. Oleh kareana itu , dengan
adanya sertifikasi diharapkan pendidik agar dapat lebih berperan
aktif, efektif dan professional. Hal tersebut tentu saja tidak dapat dilakukan,
ketika guru tidak memiliki beberapa persyaratan antara lain:
a.teaching skills.
Pendidik yang professional dapat dari keterampilan
mengajar ( teaching skills ) yang mereka miliki. Keterampilan mengajar yang
dimiliki oendidik dapat dilihat dari indicator antara lain:
1. pendidik
sebagai pembimbing yang mampu meumbuhkan self learning pada diri siswa.
2. Memiliki
interaksi yang tinggi dengan seluruh pesrta didik di kelas.
3. Memberikan
contoh, pekerjaan yang menantang (challenging work) dengan tujuan yang jelas
(clear objectives).
4. Mangembangkan
pembelajaran berbasis kegiatan dan tujuan.
5. Pengelolan
waktu yang baik.
6. Memberikan
motivasi dan membentuk karakter diri pada siswa.
b. knowledgeable.
Pendidik harus memiliki pengetahuan dan menguasai
materi yang diampu secara memadai, karena pengetahuan merupakan factor utama
dalam membentuk profesionalisme seseorang.
c. professional attitude.
Sikap sangat pengaruh terhadap profesionalisme
seorang pendidik. Sikap tersebut antara lain: (1) independence yaitu mandiri
dan tidak selalu bergantung pada orang lain. (2) continuous self-improvement.
d.learning equipment/ media
Pendidik dituntut mampu memilih, menciptakan dan
bahkan menggunakan media pembelajaran.
e.technologi.
Pendidik diharapkan mampu memanfaatkan TIK, karena
TIK dalam pendidikan memiliki peran sangatpenting, karena dapat membuat
pembelajaran lebih bervariasi.
f. curriculum.
Pendidik harus menguasai dan mampu mengembangkan
kurikulum yang responsive, yang mampu menjawab tantangan tan kebutuhan
masyarakat.
3. Interaksi antara peserta
didik dengan pendidik (interaksi edukatif)
Interaksi edukatif pada dasarnya adalah komunikasi
ea rah balik antara peserta didik dengan pendidik yang terarah kepada tujuan
pendidikan. Pencapaian tujuan pendidikan secara optimal ditempuh melalui proses
berkomunikasi intensif dengan manipulasi isi, metode, serta alat-alat
pendidikan.
4. Kearah mana bimbingan
ditujukan (tujuan pendidikan)
a. Alat dan Metode
Alat dan metode diartikan sebagai segala sesuatu
yang dilakukan ataupun diadakan dengan sengaja untuk mencapai tujuan
pendidikan. Secara khusus alat melihat jenisnya sedangkan metode melihat
efisiensi dan efektifitasnya. Alat pendidikan dibedakan atas alat yang
preventif dan yang kuratif.
Pengaruh yang diberikan dalam bimbingan (materi
pendidikan)
Materi pendidikan adalah bahan atau pengalaman
yang disusun menjadi kurikulum. kurikulum yaitu yang menyangkut semua
kegiatan yang dilakukan dan dialami peserta didik dalam perkembangan, baik
formal maupun informal guna mencapai tujuan pendidikan
b. Tempat Peristiwa
Bimbingan Berlangsung (lingkungan pendidikan)
Lingkungan pendidikan biasanya disebut tri pusat
pendidikan yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat.
4.
Oleh Imam Subkhan
Pelaksana Humas Yayasan Lembaga Pendidikan Al Firdaus Solo
Pelaksana Humas Yayasan Lembaga Pendidikan Al Firdaus Solo
“Guru harus mampu memotret tiap siswa dalam bentuk
portofolio anak sehingga menjadi bagian dari laporan penilaian secara
keseluruhan”
Mulai 18 Juli 2011, semua sekolah di Solo, mulai
jenjang pendidikan anak usia dini (PAUD), SD, SMP hingga SMA/ SMK, wajib
mengimplementasikan mapel pendidikan karakter. Hal ini menyusul pencanangan
tentang pendidikan karakter di kota itu oleh Dirjen Pendidikan Menengah Prof Dr
Baedhowi. Melalui pendidikan berbasis karakter, diharapkan semua jenjang
pendidikan mampu mengeksplorasi potensi peserta didik sehingga mereka menjadi
manusia yang berkarakter.
Sekolah sebagai kawah proses pendidikan sudah
sewajarnya berdiri di garda terdepan dalam mengejewantahkan program pembentukan
karakter.
Tulisan ini lebih menyoroti peran sekolah sebagai
pelaksana pendidikan karakter secara formal. Bergulirnya kebijakan ini
seyogianya segera diikuti dengan pembenahan yang signifikan oleh pihak sekolah.
Mulai mengubah pola pikir guru, modifikasi kurikulum, desain dan model
pembelajaran, penyiapan infrastruktur, hingga peningkatan mutu pendidik.
Semuanya membutuhkan kreativitas dan semangat inovasi, utamanya guru sebagai
ujung tombak pendidikan, agar pembentukan karakter nyata-nyata bisa
direalisasikan.
Dari berbagai kajian teoritis dan empiris, bahwa
penerapan pendidikan karakter di sekolah dapat ditempuh melalui berbagai
strategi atau pendekatan, meliputi penegakan rutin dan prosedur, proses
pembelajaran, kegiatan ekstrakurikuler, pengondisian lingkungan sekolah,
keteladanan guru, dan adanya instrumen evaluasi yang terukur.
Penegakan rutin dan prosedur atau biasa dikenal
sebagai tata tertib bisa dilakukan pada saat masa orientasi sekolah (MOS),
terutama kepada siswa baru yang kondisinya masih fresh atau belum
terkontaminasi oleh kebiasaan buruk lingkungan sekitarnya. Arahnya, untuk
membentuk kedisiplinan seperti aturan datang lebih awal, berbaris ketika masuk
sekolah, mengucapkan salam, bersalaman dengan guru, berdoa sebelum dan sesudah
pelajaran, cara berargumentasi yang baik, pemeriksaan kebersihan badan, piket
kelas, kegiatan ibadah, dan sebagainya.
Pada ranah pembelajaran, pendidikan karakter harus
terinternalisasi dalam setiap mata pelajaran. Guru harus pandai mengait-kaitkan
dengan konteks yang sedang berlangsung (pembelajaran berbasis kontekstual).
Melalui pendekatan itu, siswa lebih memiliki hasil belajar yang komprehensif
tidak hanya pada tataran kognitif (olah pikir) tetapi pada tataran afektif
(olah hati, rasa, dan karsa), dan psikomotor (olah raga). Internalisasi
nilai-nilai karakter dalam proses pembelajaran hendaknya bersumber pada basis
agama dan nilai-nilai luhur masyarakat.
Tolok Ukur
Pada jalur ekstrakurikuler, pembentukan karakter
dapat ditempuh melalui berbagai kegiatan seperti kepramukaan, UKS, kerohanian,
olahraga, pecinta alam, kesenian, serta kegiatan OSIS lainnya. Dengan
mewajibkan siswa mengikuti salah satu kegiatan ekstrakurikuler yang diminati
maka penanaman nilai-nilai tanggung jawab, kreativitas, kemandirian,
keberanian, sikap empati, dan kepedulian sosial dapat terpatri lebih kuat pada
diri siswa.
Pengondisian lingkungan lebih difokuskan pada
penataan dan pengelolaan fisik agar tercipta iklim kondusif yang membangkitkan
siswa dalam mengamalkan nilai-nilai karakter. Seperti penyediaan toilet yang
bersih, tempat sampah, taman sekolah/ kelas, poster kata-kata bijak yang
dipajang di sudut-sudut sekolah maupun di dalam kelas.
Persoalan keteladanan yang tampaknya tengah menjadi
keprihatinan bersama karena terjadi krisis keteladanan yang akut di hampir
segala lini kehidupan. Keberadaan figur teladan menjadi faktor penting bagi
proses pembelajaran karakter pada diri peserta didik. Dari berbagai langkah
itu, akhirnya harus ada instrumen evaluasi, sebagai tolok ukur untuk mengetahui
sejauh mana keberhasilan pendidikan karakter di sekolah.
Alat evaluasi diharapkan memenuhi aspek koginitif,
afektif, dan psikomotorik. Adapun bentuknya bisa kualitatif/ deskriptif ataupun
kuantitatif/ angka-angka dengan berbagai kriteria yang disepakati. Idealnya,
penilaian karakter berbasis individu, dengan kata lain, guru harus mampu
memotret tiap siswa dalam bentuk portofolio anak sehingga menjadi bagian dari
laporan penilaian siswa secara keseluruhan. (Sumber: Suara Merdeka, 24
September 2011).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar