BAB I
PENDAHULUAN
Aliran Progressivisme merupakan
salah satu aliran filsafat pendidikan yang berkembang dengan pesat pada
permulaan abad ke XX dan sangat berpengaruh dalam pembaharuan pendidikan yang
didorong oleh terutama aliran naturalisme dan experimentalisme,
instrumentalisme, evironmentalisme dan pragmatisme sehingga penyebutan nama
progressivisme sering disebut salah satu dari nama-nama aliran tadi.
Progressivisme dalam pandangannya selalu berhubungan dengan pengertian
"the liberal road to cultural" yakni liberal dimaksudkan sebagai
fleksibel (lentur dan tidak kaku), toleran dan bersikap terbuka, serta ingin
mengetahuidan menyelidiki demi pengembangan pengalaman. Progressivisme disebut
sebagai naturalisme yang mempunyai pandangan bahwa kenyataan yang sebenarnya
adalah alam semesta ini (bukan kenyataan spiritual dari supernatural).
Oleh sebab itu akan dikaji lebih jauh bagaimana dasar konsep
progressivisme yang terus berkembang, yang mana hasil tersebut akan menjadi
bahan acuan pembaharuan-pembaharuan pendidikan dalam setiap bidangnya.
BAB II
PEMBAHASAN
FILSAFAT PENDIDIKAN PROGRESIVISME
A. Latar
Belakang
Progresivisme bukan merupakan suatu
bangunan filsafat atau aliran filsafat yang berdiri sendiri, melainkan
merupakan suatu gerakan dan perkumpulan yang didirikan pada tahun 1918. Selama
dua puluh tahunan merupakan suatu gerakan yang kuat di Amerika Serikat. Banyak
guru yang ragu-ragu terhadap gerakan ini, kerena guru telah mempelajari dan
memahami filsafat Dewey, sebagai reaksi teriadap filsafat lainnya. Kaum
progresif sendiri mengkritik filsafat Dewey.. Perubahan masyarakat yang
dilontarkan oleh Dewey adalah perubahan secara evolusi, sedangkan kaum
progresif mengharapkan perubahan yang sangat cepat, agar lebih cepat mencapai
tujuan.
Gerakan progresif terkenai hias
karena reaksinya terhadap formalime dan sekolah tradisional yang membosankan,
yang menekankan disiplin keras, belajar pasif, dan banyak hal-hal kecil yang
tidak bermanfaat dalam pendidikan. Lebih jauh gerakan ini dikenal karena dengan
imbauannya kepada guru-guru : "Kami mengharapkan perubahan, serta kemqjuan
yang lebih cepat setelah perang dunia pertama". Banyak guru yang
mendukungnya, sebab gerakan pendidikan progresivisme rnerupakan semacam kendaraan
mutahhir, untuk digelarkan.
Dengan melandanya
"adjusment" pada tahun tiga puluhan, progresivisme melancarkan
gebrakannya dengan ide-ide perubahan sosial. Perubahan yang lebih diutamakan
adalah perkembangan individual, yang mencakup berupa cita-cita, seperti
"cooperation", "sharing", dan "adjusment", yaitu
kerja sama dalam semua aspek kehidupan, turut ambil bagian (memberikan andil)
dalam semua kegiatan, dan memiliki daya fleksibilitas untuk menyesuaikan dengan
perubahan-perubahan yang terjadi.
Pada tahun 1944 gerakan ini
dibubarkan dan memilih ganti nama menjadi "American Educational
Fellowship". Gerakan progresif mengalami kemunduran setelah Rusia berhasil
meluncurkan satelit pertamanya, yaitu "Sputnik". Selanjumya cara
kerja dan perkumpulan ini lebih menunjukkan karya-karya individual, seperti
George Axtelle, William O. Stanley, Ernest Bayley, Lawrence B. Thomas, dan
Frederick C. Neff.. [1]
B. Aliran
Progressivisme
Aliran Progressivisme ini adalah
salah satu aliran filsafat pendidikan yang berkembang dengan pesat pada
permulaan abad ke XX dan sangat berpengaruh dalam pembaharuan pendidikan yang
didorong oleh terutama aliran naturalisme dan experimentalisme,
instrumentalisme, evironmentalisme dan pragmatisme sehingga penyebutan nama
progressivisme sering disebut salah satu dari nama-nama aliran tadi.
Progressivisme dalam pandangannya selalu berhubungan dengan pengertian
"the liberal road to cultural" yakni liberal dimaksudkan sebagai
fleksibel (lentur dan tidak kaku), toleran dan bersikap terbuka, serta ingin
mengetahuidan menyelidiki demi pengembangan pengalaman. Progressivisme disebut
sebagai naturalisme yang mempunyai pandangan bahwa kenyataan yang sebenarnya
adalah alam semesta ini (bukan kenyataan spiritual dari supernatural).
Naturalisme dapat menjadi materialisme
karena memandang jiwa manusia dapat menurun kedudukannya menjadi dan mempunyai
hakikat seperti unsur-unsur materi. Dan progressivisme identik dengan
experimentalisme berarti aliran ini menyadari dan memperaktekkan bahwa
experiment (percobaan ilmiah) adalah alat utama untuk menguji kebenaran suatu
teori dan suatu ilmu pengetahuan. Disebut juga dengan instrumentalisme karena
aliran ini menganggap bahwa potensi intelegensi manusia (merupakan alat,
instrument) sebagai kekuatan utama untuk menghadapi dan memecahkan problem
kehidupan manusia. Dengan sebutan lain yakni environtalisme, karena aliran ini
menganggap lingkungan hidup sebagai medan tempat untuk berjuang menghadapi
tantangan dalam hidup baik lingkungan fislk maupun lingkungan sosial. Manusia diuji
sejauh mana berinteraksi dengan lingkungan, menghadapi realita dan perubahan.
Sedangkan disebut sebajai aliran pragmatisme dan dianggap aliran ini pelaksana
terbesar dari progressivisme dan merupakan petunjuk bahwa pelaksanaan
pendidikan lebih maju dari sebelumnya. Dari pemikiran yang demikian ini maka
tidaklah heran kalau pendidikan progressivisme selalu menekankan akan tumbuh
dan berkembangnya pemikiran dan sikap mental, baik dalam pemecahan
masalah maupun kepercayaan kepada diri sendiri bagi peserta didik. Progres atau
kemajuan menimbulkan perubahan dan perubahan menghasilkan pembaharuan. Juga
kemajuan adalah di dalamnya mengandung nilai dapat mendorong untuk mencapai
tujuan. Kemajuan nampak kalau tujuan telah tercapai. Dan nilai dari suatu
tujuan tertentu itu dapat menjadi alat jika ingin dipakai untuk mencapai tujuan
lain lagi. misalnya faedah kesehatan yang baik akan mendatangkan kesejahteraan
bagi masyarakat.[2]
Adapun tokoh-tokoh Progressivisnie
ini antaia lain:
1.
William James; lahir di New York, 11 Januari 1842 dan meninggal di
Choruroa, New Hemshire tanggal 26 Agustus 1910. Beliau adalah seorang
psychologist dan seorang filosuf Amerika yang sangat terkenal. Paham dan
ajarannya demikian pula kepribadiannya sangat berpengaruh diberbagai negara
Eropa dan Amerika. Meskipun demikian dia sangat terkenal dikalangan umum
Amerika sebagai penulis yang sangat brillian, dosen serta penceramah dibidang
filsafat, juga terkenal sebagai pendiri Pragmatisme.
2.
Dewey, lahir di Burlington, Vermont, pada tanggal 20 Oktober 1859 dan
meninggal di New York tanggal 1 Januari 1952. Beliau juga termasuk salah
seorang bapak pendiri filsafat Pragmatisme. Dewey mengembangkan Pragmatisme
dalam bentuknya yang orisinil, tapi meskipun demikian, namanya sering pula
dihubungkan terutama sekali dengan versi pemikiran yang disebut
instrumentalisme. Adapun ide filsafatnya yang utama, berkisar dalam hubungan
dengan problema pendidikan yang konkrit, baik teori maupun praktek. Dan
reputasi (nama baik) internasionalnya terletak dalam sumbarngan pikirannya
terhadap filsafat pendidikan Progressivisme Amerika.
3.
Hans Vaihinger;
4.
Ferdinant Schiller dan Georges Santayana.[3]
C.
Ciri-ciri Utama
Progresivisme mempunyai konsep yang
didasari oleh pengetahuan dan kepercayaan bahwa manusia itu mempunyai
kemampuan-kemampuan yang wajar dan dapat menghadapi dan mengatasi
masalah-masalah yang bersifat menekan atau mengancam adanya manusia itu
sendiri. Berhubung dengan itu progresivisme kurang menyetujui adanya pendidikan
yang bercorak otoriter, baik yang timbul pada zaman dahulu maupun pada zaman
sekarang.
Pendidikan yang bercorak otoriter
ini dapat diperkirakan mem punyai kesulitan untuk mencapai tujuan-tujuan (yang
baik), karena kurang menghargai dan memberikan tempat semestinya kepada
kemampuan-kemampuan tersebut dalam proses pendidikan. Padahal semuanya itu
adalah ibarat motor penggerak manusia dalam usahanya untuk mengalami kemajuan
atau progres.
Oleh karena kemajuan atau progres
ini menjadi inti perhatian progresivisme, maka beberapa ilmu pengetahuan yang
mampu menumbuhkan kemajuan dipandang oleh progresivisme merupakan bagian-bagian
utama dari kebudayaan. Kelompok ini meliputi: Ilmu hayat, Antropologi,
Psikologi dan Ilmu Alam.[4]
D. Asas
Belajar Menurut Pandangan Aliran Progressivisme
Pandangan mengenai belajar, filsafat
progressivisme mempunyai konsep bahwa anak didik mempuyai akal dan kecerdasan
sebagai potensi yang merupakan suatu kelebihan dibandingkan dengan
makhluk-makhluk lain. Kelebihan anak didik memiliki potensi akal dan kecerdasan
dengan sifat kreatif dan dinamis, anak didik mempunyai bekal untuk menghadapi
dan memecahkan problema-problemanya.
John Dewey memandang bahwa
pendidikan sebagai proses dan sosialisasi (Suwarno, 1992: 62-63). Artinya
disini sebagai proses pertumbuhan dan proses dimana anak didik dapat mengambil
kejadian-kejadian dari pengalaman lingkungan sekitarnya. Maka dari itu dinding
pemisah antara sekolah dan masyarakat perlu dihapuskan, sebab belajar yang baik
tidak cukup di sekolah saja.
Jadi sekolah yang ideal adalah
sekolah yang isi pendidikannya
berintegrasi dengan lingkungan
sekitar.
Filsafat progressivisme menghendaki
isi pendidikan dengan bentuk belajar "sekolah sambil berbuat" atau
laerning by doing (Zuhairini, 1991: 24).
Tegasnya, akal dan kecerdasan anak
didik harus dikembangkan dengan baik. Perlu diketahui bahwa sekolah bukan hanya
berfungsi sebagai transfer of knowledge (pemindahan pengetahuan) akan tetapi
sekolah juga berfungsi sebagai transfer of value atau pemindahan nilai-nilai,
sehingga anak menjadi trampil dan berintelektual baik secara fisik maupun
psikis.
John Locke (1632-1704) mengemukakan,
bahwa sekolah hendaknya ditujukan untuk kepentingan pendidikan anak. Sekolah
dan pengajaran hendaknya disesuaikan dengan kepentingan anak (Suparlan, 1984:
48). Kemudian Jean Jacques Rosseau (1712-1778), menyatakan anak harus dididik
sesuai dengan alamnya; jangan dipandang dari sudut orang dewasa. Anak bukan
miniatur orang dewasa, tetapi anak adalah anak dengan dunianya sendiri, yaitu
berlainan sekali dengan alam orang dewasa (Ahmadi, 1992: 34-35).
Beranjak dari ketiga pendapat di
atas, berarti sekolah sebagai wiyata mandala (lingkungan pendidikan) sebagai
wadah pembinaan dan pendidikan anak-anak didik dalam rangka menumbuh kembangkan
segenap potensi-potensi baik itu bakat, minat dan kemampuan-kemampuan lain agar
berkembang kearah maksimal. Guru sebagai pendidik bertanggung jawab akan tugas
pendidikannya.[5]
E.
Pandangan Mengenai Kurikulum
Dewey menyatakan bahwa "thr
good school is cocerned with every kind of learning that helps student, young
and old, to grow" (2: 124). "sekolah yang baik ialah yang
memperhatikan dengan sunguh-sungguh semua jenis belajar (dan bahannya) yang
membantu murisd, pemuda dan orang dewasa, untuk berkembang."[6]
Sikap progresivisme, yang memandang
segala sesuatu berasaskan fleksibilitas, dinamika dan sifat-sifat lain yang
sejenis, tercermin dalam pandangannya mengenai kurikulum sebagai pengalaman
yang edukatif, bersifat eksperimental dan adanya rencana dan susunan yang
teratur. Landasan pikiran ini akan diuraikan serba singkat. Yang dimaksud
dengan pengalaman yang edukatif adalah peng alaman apa saja yang serasi tujuan
menurut prinsip-prinsip yang digariskan dalam pendidikan, yang setiap proses
belajar yang ada membantu pertumbuhan dan perkembangan anak didik. Oleh karena
tiada standar yang universal, maka terhadap kurikulum haruslah terbuka
kemungkinan akan adanya peninjauan dan penyempurnaan. Fleksibilitas ini dapat
membuka kemungkinan bagi pendidikan untuk memperhatikan tiap anak didik dengan
sifat-sifat dan kebutuhannya masing-masing. Selain ini semuanya diharapkan
dapat sesuai dengan keadaan dan kebutuhan setempat.
Oleh karena sifat kurikulum yang
tidak beku dan dapat direvisi
ini, maka jenis yang memadai adalah
kurikulum yang "berpusat
pada pengalaman".
Selain jenis ini, menurut
progresivisme, yang dapat dipandang maju adalah tipe yang disebut "Core
Curriculum", ialah sejumlah pengalaman belajar di sekitar kebutuhan umum.
Core curriculum maupun kurikulum
yang bersendikan peng alaman perlu disusun dengan teratur dan terencana.
Kualifikasi semacam ini diperlukan agar pendidikan dapat mempunyai proses
sesuai dengan tujuan, tidak mudah terkait pada hal-hal yang insidental dan
tidak penting. Maka, jelaslah bahwa lingkungan dan penga laman yang diperlukan
dan yang dapat menunjang pendidikan ialah yang dapat diciptakan dan ditujukan
ke arah yang telah ditentukan. Kurikulum yang memenuhi tuntutan ini di
antaranya adalah yang di susun atas dasar teori dan metode proyek, yang telah
diciptakan oleh William Heard Kilpatrick.[7]
F.
Pandangan Progressivisme Terhadap Budaya
Kebudayaan sebagai hasil budi
manusia, dalam berbagai bentuk dan menifestasinya, dikenal sepanjang sejarah
sebagai milik manusia yang tidak kaku, melainkan selalu berkembang dan berubah.
Filsafat progressivisme menganggap bahwa pendidikan telah mampu merubah dan
membina manusia untuk menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan kultural dan
tantangan zaman, sekaligus menolong manusia menghadapi transisi antara zaman
tradisional untuk memasuki zaman modern (progresif).
Manusia sebagai makhluk berakal dan
berbudaya selalu berupaya untuk mengadakan perubahan-perubahan. Dengan sifatnya
yang kreatif dan dinamis manusia terus berevolusi meningkatkan kuilitas hidup
yang semakin terus maju. Kenyataan menunjukkan bahwa pada zaman purbakala
manusia hidup di pohon-pohon atau gua-gua. Hidupnya hanya bergantung dengan
alam. Alamlah yang mengendalikan manusia. De ngan sifatnya yang tidak iddle
curiousity (rasa keingintahuan yang terus berkembang) makin lama daya rasa,
cipta dan karsanya telah dapat mengubah alam menjadi sesuatu yang berguna.
Dengan rangsangan-rangsangan dari
lingkungannya terutama lewat pendidikan potensi-potensi manusia akan
berkembang, maka potensi-potensi untuk berpikir, berkreasi, berbudaya, berbudi
dan sebagainya dapat berkembang pula.
Filsafat progressivisme yang
memiliki konsep manusia memiliki kemampuan-kemampuan yang dapat memecahkan
problematika hidupnya, telah mempengaruhi pendidikan, di mana dengan
pembaharuan-pembaharuan pendidikan telah dapat mempengaruhi manusia untuk maju
(progress). Sehingga semakin tinggi tingkat berpikirnya manusia maka semakin
tinggi pula tingkat budaya dan peradaban manusia. Akibatnya anak-anak tumbuh
menjadi dewasa, masyarakat yang sederhana dan terbelakang menjadi masyarakat
yang komplek dan maju.[8]
G.
Perkembangan Aliran Progressivisme
Meskipun pragmatisme-progressivisme
sebagai aliran pikiran baru muncul dengan jelas pada pertengahan abad ke 19,
akan tetapi garis perkembangannya dapat ditarik jauh ke belakang sampai pada
zaman Yunani purba. Misalnya Heraclitus (± 544 - ± 484), Socrates (469 - 399),
Protagoras (480 - 410), dan Aristoteles mengemukakan pendapat yang dapat dianggap
sebagai unsur-unsur yang ikut menyebabkan terjadinya sikap jiwa yang disebut
prag matisme-progressivisme. Heraclitus mengemukakan, bahwa sifat yang terutama
dari realita ialah perubahan. Tidak ada sesuatu yang tetap di dunia ini,
semuanya berubah-ubah, kecuali asas per ubahan itu sendiri. Socrates berusaha
mempersatukan epistemologi dengan axiologi. la mengajarkan bahwa pengetahuan
adalah kunci untuk kebajikan. Yang baik dapat dipelajari dengan kekuatan
intelek, dan pengetahuan yang baik menjadi pedoman bagi manusia untuk melakukan
kebajikan (perbuatan yang baik). la percaya bahwa manusia sanggup melakukan
yang baik.
Dalam asas modern - sejak abad ke-16
- Francis Bacon, John Locke, Rousseau, Kant dan Hegel dapat disebut sebagai
penyumbang-penyumbang pikiran dalam proses terjadinya aliran
pragmatisme-progressivisme. Francis Bacon memberikan sumbang an dengan usahanya
untuk memperbaiki dan memperhalus motode experimentil (metode ilmiah dalam
pengetahuan alam). Locke dengan ajarannya kebebasan politik. Rousseau dengan
keyakinannya bahwa kebaikan berada di dalam manusia melulu karena kodrat yang
baik dari para manusia. Menurut Rousseau manusia lahir sebagai makhluk yang
baik. Kant memuliakan manusia, menjunjung tinggi akan kepribadian manusia,
memberi martabat manusia suatu kedudukan yang tinggi. Hegel mengajarkan, bahwa
alam dan masyarakat bersifat dinamis, selamanya berada dalam keadaan gerak,
dalam proses perubahan dm penyesuaian yang tak ada hentinya.
Dalam abad ke 19 dan ke 20 ini
tokoh-tokoh pragmatisme terutama terdapat di Amerika Serikat. Tkinas Paine dan
Thomas Jefferson memberikan sumbangan pada pragmatisme karena kepercayaan
mereka akan demokrasi dan penolakan terhadap sikap yang dogmatis, terutama
dalam agama. Charles S. Peirce mengemuka kan teori tentang pikiran dan hal
berpikir: pikiran itu hanya berguna atau berarti bagi manusia apabila pikiran
itu "bekerja", yaitu memberikan pengalaman (hasil) baginya. Fungsi
berpikir tidak lain dari pada membiasakan manusia untuk berbuat. Perasa an dan
gerak jasmaniah (perbuatan) adalah manifestasi-manifestasi yang khas dari
aktivitas manusia dan kedua hal itu tak dapat di pisahkan dari kegiatan intelek
(berpikir).[9]
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Progresivisme bukan merupakan suatu bangunan filsafat atau aliran
filsafat yang berdiri sendiri, melainkan merupakan suatu gerakan dan
perkumpulan yang didirikan pada tahun 1918.
Konsep dasar progresivisme adalah
didasari oleh pengetahuan dan kepercayaan bahwa manusia itu mempunyai
kemampuan-kemampuan yang wajar dan dapat menghadapi dan mengatasi
masalah-masalah yang bersifat menekan atau mengancam adanya manusia itu
sendiri.
Diantara tokoh-tokoh Progressivisnie
yaitu: William James, Dewey, Hans Vaihinger, Ferdinant Schiller dan Georges
Santayana.
DAFTAR PUSTAKA
● Sadullah,
Uyoh. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: ALFABETA, 2007.
● Indar,
Djumberansyah. Filsafat Pedidikan. Surabaya: Karya Abditama, 1994.
● Jalaluddin,
dkk. Filsafat Pedidikan Manusia.
: Media Pratama.
● Barnadib,
Imam. Filsafat Pedidikan Sistem dan Metode. Yogyakarta: Andi Offset, 1990.
● Noor Syam,
Muhammad. Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila.
Surabaya: Usaha Nasional, 1988.
● Zuhairini,
dkk. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Angkasa, 1995.
[1] Drs. Uyoh Sadullah, M. Pd.
Pengantar Filsafat Pendidikan, (Bandumg: ALFABETA, 2007) hal. 141-142
[2] Drs. H. M. Djumberansyah Indar,
M.Ed. Filsafata pendidikan, (Surabaya: Karya Abditama, 1994) hal. 131-132
[3] Prof. Dr. H. Jalaluddin, Drs.
Abdullah Idi, M.ed. Filsafat Pendidikan Manusia, Filsafat dan Pendidikan, (
: Media Pertama)
[4] Prof. Imam Barnadib, MA. Ph.D.
Filsafat Pendidikan Sistem dan Metode (Yogyakarta: Andi Offset, 1990) hal. 28
[5] Prof. Dr. Jalaluddin dkk,
op.cit., hal
[6] M. Noor Syam, Filsafat
Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila, (Surabaya: Usaha Nasional,
1998) hal. 252
[7] Prof. Imam Barnadib, op.cit.,
hal. 36
[8] Prof. Dr. H. Jalaluddin,
op.cit., hal.
[9] Drs. Zuhairini dkk, Filsafat
Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Angkasa, 1975) hal. 22-24
Tidak ada komentar:
Posting Komentar